Jakarta, Aktual.co — Peneliti Divisi Kajian Hukum Tata Negara Sinergi Demokrasi untuk Masyarakat Demokrasi (SIGMA), M Imam Nasef menganggap jika sebaiknya parpol yang menguasai parlemen berseberangan dengan parpol pengusung presiden dan wakil presiden saat pemilu.
Hal itu, kata dia, baik untuk meningkatkan konsolidasi demokrasi di dalam sistem pemerintahan presidensial. Sebab, dalam perspektif ketatanegaraan ada istilah divided government. Bahkan, kata dia, sudah seharusnya parlemen menjalankan fungsi sebagai lembaga pengontrol pemerintah.
“Divided government dalam sistem pemerintahan presidensial sebenarnya memiliki sisi positif untuk memaksimalkan fungsi checks and balances, karena eksekutif akan diawasi secara ketat oleh legislatif,” kata Nasef.
Akan tetapi, yang terjadi di Indonesia bukan hanya divided government melainkan juga divided parliament antara KIH dan KMP. Menurut dia, jika konflik antara KIH dan KMP di parlemen tak kunjung berakhir, maka akan menggangu kinerja pemerintah. Bahkan, pemerintah belum bisa bekerja jika DPR masih terbagi.
Sebab, sejumlah kebijakan pemerintah yang memerlukan peran dan andil DPR tidak dapat terealisasikan karena mereka terlalu sibuk konflik. Menurut dia, langkah KIH di parlemen yang membuat polemik berlarut akan dinilai kontraproduktif oleh publik.
“Bagaimana mungkin bisa melakukan checks and balances kalau di internal DPR saja tidak balance? DPR sangat berpotensi ‘lumpuh’ bahkan ‘mandul’ kalau terus-terusan disibukkan dengan konflik internal akibat adanya divided parliament ini,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh: