Jakarta, Aktual.com — Nama Wakil Presiden Jusuf Kalla mencuat di kasus skandal penjualan kondensat bagian negara kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indotama, yang merugikan keuangan negara lebih dari Rp 2 triliun.
Raden Priyono yang merupakan tersangka atas kasus tersebut menyebutkan bahwa penjualan kondesat kepada PT TPPI atas perintah rapat pada 21 Mei 2008 yang dipimpin Jusuf Kalla saat menjabat wapresnya SBY.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi menyebutkan, pengakuan Raden Priyono bisa dijadilan alasan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jusuf Kalla.
“Kalau ternyata memang aromanya kental sebagai criminal policy, DPR bisa memeriksa JK lewat hak angket, dan baru setelah itu, untuk urusan tindak pidananya, bila ada, bisa dianjutkan oleh Bareskrim. Begitu aturan ketatanegaraannya,” kata Adhie saat diminta komentarnya atas pengakuan Priyono bahwa penjualan kondesat kepada PT TPPI atas perintah JK, Rabu (17/2).
Karena, menurut Adhie, langkah DPR nanti yang menentukan apakah skandal TPPI itu merupakan kebijakan yang salah di tingkat pelaksanaan seperti dikatakan JK, atau criminal policey (kebijakan kriminal) yang sejak awal memang didesain untuk menguntungkan pihak lain dan merugikan keuangan negara.
“Meskipun presidennya berganti, JK masih Wapres yang secara politik ketatanegaraan harus dihormati Polri. Jadi tidak boleh diperiksa Bareskrim, sekalipun, misalnya, Priyono bisa menyodorkan bukti konkret adanya KKN antara JK dengan Honggo Wendratmo, bos PT TPPI yang reputasi bisnisnya buruk dan kini tinggal di Singapura,” kata Adhie.
Dalam kasus ini, Raden pun selaku bekas Kepala BP Migas (sekarang SKK Migas) sudah menjadi tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, yang menangani kasus korupsi penjualan kondensat bagian negara ke TPPI.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu