Jakarta, Aktual.com — Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) semakin mendesak, mengingat kasus kekerasan seksual terutama kepada perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan yang memperihatinkan, pola kekerasannya semakin sadis dan biadab.
Untuk itu, Komite III DPD RI meminta masukan masyarakat demi kesempurnaan RUU ini sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.
“Komite III DPD sudah mulai banyak mendapat masukan dari berbagai lapisan masyarakat lewat berbagai saluran. Semua berharap RUU ini menjadi payung hukum yang komprehensif untuk melindungi perempuan Indonesia dari segala bentuk kekerasan seksual. Namun, ada juga masyarakat yang bertanya apakah RUU ini khusus untuk melindungi perempuan saja? Bagaimana jika ada laki-laki terutama anak yang juga menjadi korban kekerasan seksual,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris di Jakarta, Minggu (12/6).
“Mereka minta RUU ini melindung semua warga negara dari tindak kekerasan seksual,” tambahnya.
Fahira menuturkan, berbagai pertanyaan dan usul-usul dari masyarakat perlu menjadi bahan pertimbangan Pemerintah dan Parlemen. Karena, kata dia, memang tujuan dari dibuatnya RUU ini adalah untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual.
Selain itu, menurut masyarakat, fakta di lapangan memang ada laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual baik secara fisik maupun psikologis, misalnya permintaan, ajakan, penghinaaan atau celaan yang bersifat seksual. Namun, jumlah korbannya memang tidak sebanyak perempuan.
“Kekerasan seksual, baik korban maupun pelakunya tidak mengenal siapa saja baik jenis kelamin, usia, bahkan profesi. Makanya semua warga negara harus terlindungi dengan hadirnya undang-undang ini. Hemat saya, saat ini, RUU PKS adalah RUU yang paling mendesak untuk segera dibahas,” ungkap Senator asal Jakarta ini.
Menurut Fahira, semangat RUU PKS ini sangat luar biasa karena berupaya menggerakkan masyarakat untuk melawan bersama segala bentuk kekerasan seksual. Nantinya, jika RUU ini disahkan, diharapkan mampu mengisi kelemahan atau celah-celah UU lain seperti UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan KDRT, UU Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang, terutama KUHP dan KUHAP dan tentunya mampu menetapkan sanksi tegas dan menjerakan tidak hanya bagi pelaku tetapi juga membuat siapa saja ‘takut’ melakukan kekerasan seksual.
Fahira berharap selain efektif mencegah kekerasan seksual, UU ini nantinya memberikan ruang bagi korban sebagai subjek dalam sistem peradilan pidana, punya mekanisme pemulihan yang jelas bagi korban dan keluarganya, mengutamakan hak-hak korban, serta memberi energi baru bagi bangsa ini untuk melawan bersama segala bentuk kekerasan seksual.
“Ketika UU ini disahkan, saya harap tidak ada lagi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman yang biasa-biasa saja terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi jika kekerasan seksual dilakukan secara sadis, biadab, berulang-ulang dan mengakibatkan kematian,” pungkas Fahira.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka