Jakarta, Aktual.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi 0,04 persen pada September 2021 yang disebabkan oleh penurunan harga beberapa komoditas utama.
“Ini merupakan deflasi yang kedua, setelah Juni yang tercatat 0,16 persen, selama 2021,” kata Kepala BPS Margo Yuwono di Jakarta, Jumat (1/10) kemarin.
Dengan demikian, laju inflasi tahun kalender Januari-September 2021 tercatat 0,80 persen, dan laju inflasi tahun ke tahun 1,60 persen.
Selain itu, BPS juga mencatat penurunan harga telur ayam ras menjadi salah satu pemicu deflasi pada September 2021.
“Penyebab deflasi dipengaruhi oleh penurunan harga di kelompok makanan, minuman, dan tembakau yaitu telur ayam ras yang memberikan andil 0,07 persen,” ungkapnya.
Persoalan murahnya harga telur ayam ini sebenarnya telah lama menjadi perhatian Presiden Joko Widodo dan juga Wakil Menteri Pertanian, Harvick Hasnul Qolbi. Hal ini pun kerap ia bahas dalam setiap kunjungan kerjanya di daerah.
“Ini masyarakat atau konsumen perlu tau juga, (harga telur ayam) dari Rp20 ribu per kilo yang mereka kirim dari Blitar ke Jakarta, Rp500 per kilo ongkosnya, total Rp25.500, dibagi 16 sampai 17 butir. Jadi kurang lebih hanya Rp1.300. Murah sekali kan. Nah ini kurang manusiawi juga,” kata Wamentan Harvick saat melepas ekspor perdana Pisang Mas milik Koperasi Tani Hijau Makmur di Tanggamus Lampung, Kamis (30/9) lalu.
Menurut Harvick, persoalan ini sangat memprihatinkan. Padahal selama ini pemerintah berharap dengan konsumsi telur pemenuhan gizi masyarakat dapat tercukupi dan juga masalah stunting pada anak-anak dapat ditekan.
Ia pun sempat mencari solusi dengan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah untuk menaikan harga telur. Namun upaya tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak di masyarakat sebagai konsumen.
“Nah akhirnya, saya sampaikan, segera informasikan ke masyarakat bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan. Sehingga HET (harga eceran tertinggi) di masyarakat itu masyarakat juga mengerti. Masak (harga) telur ini lebih murah dari harga kerupuk, sementara di sana kita berharap ada stunting, ada perbaikan gizi, dan lain-lain,” ujarnya.
Untuk itu, Harvick pun berencana untuk mengaktifkan kembali siaran Bahan Pokok Penting (Bapokting) bersama Kementerian Perdagangan. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi terkini soal pergerakan harga kebutuhan pokok masyarakat.
“Kalau dulu ada namanya siaran Bahan Pokok Penting (Bapokting). Ini sekarang sedang saya upayakan dengan Kementerian Perdagangan agar bisa segera me-launching harga-harga terkini dari waktu ke waktu, bahwa jika ada kenaikan, apa alasannya, jika turun apa alasannya sehingga masyarakat mengerti,” tuturnya.
Selain memberikan informasi soal pergerakan harga pangan, siaran Bapokting ini juga nantinya akan menjelaskan bagaimana kondisi stok pangan nasional.
“Jadi kita beri informasi kenapa harga beras harus naik, bagaimana posisi cabai kita, bawang kita dan produk-produk lainnya karena dengan demikian masyarakat juga paham,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi