Jakarta, Aktual.co — Sebenarnya, Perancis meminta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak mengikuti pawai solidaritas di Paris pada akhir pekan lalu. Namun, Netanyahu mengabaikan permintaan tersebut dan tetap hadir, kata laporan media Israel, Senin (12/1).
Pesan yang sama disampaikan kepada presiden Palestina Mahmud Abbas dalam upaya menghindarkan peringatan tewasnya 17 orang dalam serangan teroris ke Ibu Kota Perancis Paris, pekan lalu itu tertutup dengan konflik Timur Tengah, kata laporan media. Karena Netanyahu menolak permintaan pemerintah Perancis tersebut, Abbas segera diundang, demikian dilaporkan stasiun televisi Channel Two serta koran-koran Israel.
Presiden Francois Hollande sebenarnya berkeinginan agar perhatian pawai itu “dipusatkan pada solidaritas untuk Prancis, dan menghindarkan apapun yang dapat mengalihkan perhatian ke masalah-masalah kontroversial lainnya, seperti hubungan Yahudi-Muslim atau konflik Israel-Palestina,” kata surat kabar liberal Haaretz.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa Netanyahu akan menggunakan kesempatan tersebut untuk “berpidato” di saat ia sedang mempersiapkan pemilihan umum 17 Maret. Pada pemilu Maret, Netanyahu akan berupaya mendapatkan jabatan untuk periode keempat kalinya.
Permintaan untuk tidak mengikuti pawai disampaikan penasihat keamanan nasional Hollande, Jacques Audibert, kepada mitranya dari Israel, Yossi Cohen, dan awalnya diterima, kata laporan Haaretz. Namun pada Sabtu petang, saingan-saingan garis keras sayap kanan PM Israel di pemerintahan koalisi, yakni Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman dan Menteri Perekonomian Naftali Bennett, mengumumkan, mereka akan berangkat ke Paris.
“Ketika Netanyahu mendengar bahwa mereka akan berangkat, ia memberi tahu Prancis bahwa ia tetap akan hadir di pawai tersebut.” Haaretz mengatakan bahwa tingkah PM Israel itu membuat marah presiden Perancis, yang menunjukkan “kemarahannya” pada upacara di gereja utama Yahudi memperingati empat warga Yahudi yang menjadi korban tewas.
“Hollande duduk mengikuti upacara itu, tapi ketika bagian Netanyahu naik ke podium tiba, presiden Prancis bangkit dari kursinya dan meninggalkan tempat itu lebih cepat.” Surat kabar beroplah tinggi, Yediot Aharonot, juga melaporkan betapa jelasnya penghinaan yang ditujukan kepada perdana menteri Israel.
“Sebelum Netanyahu memulai pidatonya, Presiden Hollande pergi bersama rombongannya. Delegasi para pemimpin masyarakat Muslim yang datang ke upacara itu, juga memilih untuk pergi. Tampaknya, mereka sebelumnya telah sepakat (untuk meninggalkan tempat upacara lebih cepat, ed).
” Tindakan Netanyahu itu dihujani kritik kalangan luas Israel. “Memalukan, kalau tidak tercela, melihat perdana menteri kemarin berusaha naik ke bus yang bukan seharusnya ia naiki, mendesak maju dari barisan kedua (tempat ia diposisikan) ke barisan para pemimpin yang berjalan di depan, bertingkah laku dalam pawai duka itu seperti ia sedang mengikuti pawai pemilihan umum,” tulis Ben Caspit di koran sayap kanan Maariv.
Prancis bulan lalu membuat marah Israel karena memberikan dukungan bagi rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa soal pembentukan negara Palestina, yang memberikan tenggat waktu kepada Israel untuk mengakhiri pendudukan. Rancangan itu sendiri gagal disahkan oleh dewan beranggotakan 15 negara itu karena tidak dapat mengumpulkan minimal sembilan suara mendukung.













