Jakarta, Aktual.com – Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) benar-benar melaporkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Rabu (14/12). Seperti halnya laporan awal yang kini sudah bergulir di pengadilan, kali ini ACTA kembali melaporkan dugaan penistaan agama oleh Ahok.
Laporan ACTA terkait pernyataan Ahok saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang perdana perkara dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (13/12) lalu.
Wakil Ketua ACTA, Dahlan Pido, di Kantor Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/12), menyatakan, pihaknya secara resmi sudah melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/1232/XII/2016/Bareskrim.
Salah satu ucapan yang dianggapnya menistakan agama Islam adalah pernyataan ‘Ayat yang sama yang saya begitu kenal digunakan untuk memecah belah rakyat’ dan ‘dari oknum elit yang berlindung di balik ayat suci agama Islam mereka menggunakan surat Al-Maidah ayat 51’.
“Kalimat ini oleh Ahok membuat pemahaman menurut Ahok, surat Al-Maidah ayat 51 ini bisa digunakan untuk suatu hal yang sangat negatif yaitu memecah-belah rakyat,” kata Dahlan.
“Kami dari ACTA sangat tersinggung dengan ucapan ahok terhadap Al Quran, kitab suci umat islam. Yang digunakan untuk tujuan-tujuan mulia bukan digunakan untuk hal yang tidak baik,” sambungnya.
Disampaikan, pelapor kali ini atas nama Habib Novel. Sementara ACTA posisinya adalah mendampingi pelapor.
Politisi muda Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, sebelumnya juga mendukung rencana ACTA melaporkan kembali Ahok yang juga terdakwa kasus penistaan agama ke kepolisian. Pasalnya, Ahok kembali mengulang pernyataannya dengan menduga ayat suci Alqur’an digunakan untuk memecah belah rakyat.
“Bila memang ada pernyataan bohong, mengundang permusuhan atau bahkan kembali menista Alqur’an, tentu bisa saja (bisa) dilaporkan lagi,” terangnya siang tadi.
Ia mencatat setidaknya tiga pernyataan yang mengundang kontroversi dari nota keberatan Ahok. Pertama, Ahok menyatakan bahwa kasus yang dihadapinya mencuat hingga bergulir ke pengadilan karena ada tekanan, dalam hal ini tekanan dari massa Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI).
Kedua, pernyataan adanya politisi busuk yang terlibat dalam kasus yang tengah menimpa Ahok. Pernyataan itu menegasikan bahwa Ahok tidak mau mengakui kesalahannya dan mencari kesalahan orang lain. Padahal yang dilakukan sangat jelas, menistakan Al-Qur’an dan tidak terkait dengan orang lain, Pilkada maupun saingannya.
Ketiga, mengenai pernyataan Ahok bahwa Al-Qur’an memecah belah rakyat. Pernyataan ini menunjukkan bagaimana kebencian Ahok terhadap umat Islam dengan bungkus drama air mata dalam persidangan.
“Al-Qur’an selalu dijadikan kambing hitam dalam upaya memuluskan ambisi politiknya. Jadi, bila dilihat dari isi tanggapannya itu, sama sekali tidak relevan bahkan kontras dengan ‘drama tangisan’ yang dibuatnya di depan persidangan,” demikian Doli Kurnia.(Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid