Jakarta, Aktual.com – Testimoni taipan Sukanto Tanoto dalam wawancara di sebuah stasiun televisi China yang menjadi viral di media sosial YouTube yang berjudul “RGE Chairman Sukanto Tanoto shares his story”, dinilai melukai hati rakyat Indonesia. Di sana Sukanto mengatakan Indonesia sebagai “Ayah Angkat” sedangkan Cina adalah “Ayah Kandung.”
“Kalau nasionalisme atau tidak tentu publik bisa menilai. Ketika Sukanto Tanoto menyebutkan ayah kandungnya Tiongkok, ayah angkatnya Indonesia, harusnya publik sudah tahu. Artinya keberpihakannya pasti lebih besar kepada ayah kandungnya (Tiongkok) dari pada ke ayah angkatnya (Indonesia),” ujar Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Jumat (18/11).
Dia meminta semua anak bangsa untuk merawat kebhinekaan sebagai perekat bangsa Indonesia. Karenanya, jangan ada lagi pihak-pihak yang berusaha mencederai keberagaman. Kasus Ahok, ujar dia. harus menjadi pelajaran berharga.
”Kasus Ahok bisa diambil hikmahnya bagi para pejabat publik. Sekarang sudah clear semua. Ahok sudah tersangka, lalu apa hikmahnya? Hikmahnya yaitu sebagai pejabat gak boleh bicara ugal-ugalan. Pak Ahok ini kan gak sekali dua kali dia ugal-ugalan dalam berbicara sehingga menyinggung perasaan umat Islam.”
Dahnil juga mengimbau kepada seluruh pejabat publik agar kejadian yang menimpa Ahok dijadikan pelajaran bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu, lanjut Dahnil, guna menguji nasionalisme Sukanto Tanoto, pemerintah harus tegas dan mendalami kewajiban pembayaran pajak perusahaan milik Sukanto.
”Jangan sampai ketidaknasionalismenya terhadap Indonesia kemudian dikonversi juga oleh keringanan-keringanan pajak dan kelonggaran perizinan. Itu penting.”
Kemudian, Dahnil menambahkan, jika ada perusahaan milik Sukanto Tanoto tersangkut kasus pajak atau melanggar perizinan, aparatur negara, kepolisian, kejaksaan harus menindak secara tegas sesuai ketentuan yang berlaku. Karena, Sukanto Tanoto mempunyai kecenderungan untuk tidak nasionalis secara baik.
”Pemerintah harus ungkap semua tunggakan pajak dan pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang dimiliki Sukanto Tanoto. Kalau tidak akan banyak orang dari luar yang melakukan hal serupa. Saya kira langkah yang moderat adalah proses hukum. Kalau dalam proses hukum ada indikasi korupsi maka ada klausul hukum yang menyatakan asetnya bisa disita atau proses perizinannya bisa dicabut.”
Saat ini, kerajaan bisnis Sukanto Tanoto tengah dalam sorotan. Kasus penggelapan pajak PT Asian Agri sejak tahun 2007 hingga saat ini belum juga tuntas. Dalam kasus ini baru satu yang dijatuhi hukuman pidana, yakni Tax Manager AAG, Suwir Laut yang divonis 2 tahun penjara dan dengan percobaan tiga tahun dan mengharuskan korporasi Asian Agri membayar denda Rp 2,52 triliun.
Sedangkan, delapan tersangka lainnya Eddy, Linda, Direktur Asian Agri Tio Bio Kok alias Kevin Tio, Willihar Tamba, Laksamana Adiyaksa dan Semion Tarigan, serta Direktur PT Tunggal Yunus Estate dan PT Mitra Unggul Pusaka, Andrian masih bebas.
Kemudian, PT Riau Andalan Pulp and Paper perusahan kertas terbesar di Asia milik Sukanto Tanoto masih menunggak Pajak Penerangan Lampu Jalan mencapai Rp31 miliar. Tagihan kepada Pemkab Pelalawan, Riau tersebut terungkap saat Rapat Paripurna Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun anggaran 2015, Kamis (28/7) di Gedung DPRD Pelalawan.
Kasus lainnya, Senin, 5 September 2016, Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead dan tim BRG dihalangi oleh petugas keamanan PT RAPP yang mengaku anggota Kopassus di lahan konsesi milik RAPP di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Padahal, pemerintah sudah melarang membuka lahan dan kanal baru sejak 2015.
RAPP dinilai melanggar undang-undang dan kebijakan pemerintah yaitu larangan pembukaan lahan baru dan pembangunan kanal termaktub dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu