Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) Rieke Diah Pitaloka, Ketua SP PT Pos Indonesia Rhajaya Santosa dan Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) Nova Sofyan Hakim melakukan swafoto saat acara Rapat Akbar KRPI, di Jakarta, Sabtu (22/12). KRPI adalah organisai pekerja dari berbagai bidang, baik yang bekerja di sektor industri dan jasa swasta, BUMN, maupun pekerja di pemerintahan yang bertugas memberikan pelayanan publik. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Jendral Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar dalam Rapat Akbar Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) mengungkapkan bahwa pada tahun kelima pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus diwarnai dengan persoalan-persoalan “klasik”. Beberapa keluhan rakyat yang tercatat dalam buku advokasi KRPI antara lain masih banyaknya penolakan pasien JKN oleh RS dengan berbagai alasan seperti ketiadaan kamar ICU-NICU-PICU.

“Ada pasien JKN dipaksa pulang dalam kondisi tidak layak pulang. Tentunya hal ini bisa mengancam keselamatan pasien. Bahkan masih ada pasien JKN diminta bayaran untuk obat, administrasi dan darah padahal seluruh hal-hal tersebut ditanggung seperti yang diamanatkan Pasal 22 ayat (1) UU SJSN,” ujar Timboel Siregar di Jakarta, Sabtu (23/12).

Selain itu, ada peserta JKN yang harus menanti berbulan bulan untuk diambil tindakan sementara pasien terus mengalami penurunan kesehatan. Terkait kehadiran uji coba sistem Rujukan On Line, masyarakat banyak memprotes kebijakan ini karena dengan sistem rujukan ini peserta JKN diposisikan secara umum harus melalui RS tipe D dan C terlebih dahulu. Peserta yang selama ini sudah rawat jalan ke RS tipe B harus dipindahkan ke RS tipe C atau D.

“Parahnya lagi, Kesulitan pendaftaran dan pembayaran iuran karena tidak didukung oleh sistem IT yang mumpuni,” jelas Timboel.

Melihat permasalahan yang muncul tersebut, KRPI memiliki rekomendasi untuk mendukung perbaikan pelaksanaan JKN ke depan antara lain bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah harus terus meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur kesehatan minimal 30 persen per tahun dari yang ada saat ini seperti fasilitas kesehatan (RS, puskesmas, ketersediaan obat dan alat kesehatan), pemerataan tenaga medis di seluruh Indonesia, mengembangkan sistem IT yang terintegrasi dari RS ke RS, dsb sehingga rakyat tidak lagi mengalami masalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

“Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dengan kewajiban mengalokasikan 5 persen APBN dan 10 persen APBD, KRPI menilai pemerintah memiliki kemampuan untuk melaksanakan amanat Pasal 34 ayat (3) UUD 1945,” jelasnya.

Atas persoalan defisit JKN yang terus terjadi, KRPI merekomendasikan agar Pemerintah mengambil kebijakan menaikkan iuran JKN. Untuk iuran peserta PBI dan Jamkesda, tentunya kenaikan iurannya bisa dilaksanakan setelah Pilpres dengan menggunakan instrumen APBN Perubahan 2019. Adapun kenaikan iuran yang kami usulkan adalah sebesar Rp7.000 sehingga iuran PBI dan Jamkesda sebesar Rp30.000 per orang per bulan. Selain itu pengawasan Pemerintah Pusat dan Daerah juga ditingkatkan untuk menjamin hak kesehatan riil diperoleh rakyat.

“Direksi BPJS Kesehatan segera menghadirkan Desk Pengaduan di RS RS yang menjadi mitra dengan hadir 7 x 24 jam sehingga peserta JKN memiliki akses langsung dan mudah atas persoalan yang dialaminya di RS. Tentunya desk pengaduan ini harus diintegrasikan dengan IT yang mumpuni sehingga desk pengaduan BPJS Kesehatan antar RS tersambungkan. Desk pengaduan ini merupakan amanat Pasal 89 Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan,” terangnya.

Mengingat JKN mengedepankan kegotongroyongan dan kepesertaan wajib maka KRPI mendorong seluruh kementerian/lembaga yang melakukan pelayanan publik ikut mendukung JKN dengan mengintegrasikan sistem layanan publiknya dengan JKN.

“Perpres No. 86 Tahun 2013 mengamanatkan sanksi tidak mendapatkan layanan publik bagi rakyat yang belum ikut JKN dan yang tidak disiplin membayar iuran,” jelasnya.

Terkait persoalan jaminan sosial ketenagakerjaan, KRPI memiliki rekomendasi untuk mendukung perbaikan pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan ke depan antara lain, Pemerintah segera melakukan harmonisasi regulasi untuk menjamin seluruh pekerja di seluruh sektor usaha mendapatkan empat program jaminan sosial yaitu JKK, JKm, JHT dan JP.

“Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan meningkatkan pengawasan dan penegakkan hukum sehingga seluruh pekerja memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan. Tentunya peningkatan pengawasan dan penegakkan hukum ini pun harus didukun oleh anggaran yang mumpuni. Selain itu, pemerintah harus menyelenggarakan program PBI untuk jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya JKK JKm bagi pekerja miskin di tahun 2019 dengan alokasi dana dari dana operasional BPJS Ketenagakerjaan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka