Jakarta, Aktual.com — Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, mengungkap sejumlah misteri dibalik pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dan Raperda tentang Tata Ruang Strategis (reklamasi) di DPRD DKI Jakarta.

Salah satu misteri yang hingga kini mengundang banyak pertanyaan adalah peristiwa tidak lazim saat pengajuan dan pembahasan Raperda Zonasi oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

“Gubernur sudah bersurat untuk dibahas tanggal 2 Maret 2015. Secara resmi kemudian disampaikan di paripurna pada 23 April 2015. Anehnya, setelah itu lama tidak ada pembahasan lagi,” jelasnya kepada Aktual.com, Selasa (5/4).

Disinyalir, usulan Raperda yang disampaikan Pemprop DKI tidak lengkap dan cacat administrasi. Hal itu berdasarkan informasi dari beberapa anggota yang sejak awal menyatakan menolak Raperda Zonasi oleh Pemprov DKI.

Selama kurang lebih 8 bulan, lanjut Syam, usulan Raperda Zonasi akhirnya dibahas pada 30 November 2015 dengan agenda penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi. Meski dalam catatan KOPEL usulan Raperda Zonasi tidak dilengkapi dengan penjelasan latar belakang dan tujuan pembentukan Raperda.

“Usulan Raperda juga tidak dilengkapi dengan kajian lingkungan strategis,” jelasnya.

Kejanggalan lainnya adalah minimnya sosialisasi dan pelibatan publik. Padahal sejak diajukan ke DPRD pada 2 Maret 2015, Pemprop DKI mempunyai waktu yang lama untuk sosialisasi ke masyarakat. DPRD juga tidak berinisiatif melibatkan publik.

“Celakanya lagi, saat (awal) proses penyusunan di eksekutifpun minim sosialisasi dan pelibatan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan,” kata dia.

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dalam catatan KOPEL hanya sekali dilaksanakan, yakni pada 8 Desember 2015. Begitu juga seminar para ahli yang dilaksanakan sekali pada 11 Desember 2015. Selanjutnya, pada pembahasan pasal-perpasal secara substansi atas ranperda ini hanya dialokasikan 3 hari, yakni pada tanggal 16-17 dan 18 Desember 2015.

“Ini sesuatu yang tidak masuk akal karena yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah yang akan mengatur hajat hidup orang banyak,” demikian Syam.

Artikel ini ditulis oleh: