Jakarta, Aktual.com — Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menyebut proyek reklamasi 17 pulau di pantai utara Jakarta merupakan praktik yang cacat hukum, dan sosial karena banyak menabrak peraturan perundang-undangan.

Ketua Dewan Pembina KNTI Chalid Muhammad menyatakan, ada banyak aturan yang dilanggar dalam Keputusan Presiden nomor 52 tahun 1995, yang selama ini digunakan Pemerintah Provinsi DKI sebagai acuan pelaksanaan reklamasi.

“Kalau dicermati di dalam Keppres itu, untuk reklamasi diperlukan satu badan pelaksana yang terdiri dari gubernur dan jajarannya serta satu tim pengarah yang terdiri dari kementerian terkait. Ini kan tidak ada,” ujar dia dalam sebuah diskusi publik berjudul Reklamasi Penuh Duri di Jakarta, Sabtu (9/4).

Selain itu, dalam Keppres juga disebutkan bahwa hak kelola pulau reklamasi berada di tangan pemda, bukan di pihak pengembang seperti yang terjadi saat ini.

Chalid pun menduga telah terjadi penyelundupan hukum dari sisi analisis dampak lingkungan, karena Pemprov DKI Jakarta diduga memecah amdal dari amdal kawasan yang otorisasinya ada di pemerintah pusat, ke amdal pulau per pulau yang kemudian menjadi kewenangan pemda.

“Amdal kawasan reklamasi dulu ditolak oleh Kementerian Lingkungan Hidup, maka pemda mengakalinya dengan memecah amdal pulau per pulau. Padahal kan laut tidak ada batas administratif, jadi kalau dipecah begitu jadi tidak rasional.”

Saat ini, proyek yang dijalankan oleh PT Agung Podomoro Land dan PT Agung Sedayu Group serta sejumlah pengembang lainnya tersangkut korupsi suap di KPK.

Dalam kasus suap reperda reklamasi itu, KPK sudah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Presdir PT APL Ariesman Widjaja dan karyawan PT APL Trinanda Prihantoro serta Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi.

Dalam kasus ini KPK sudah meminta 4 nama untuk dicekal. Dua nama sebelumnya adalah Ariesman yang kemudian menyerahkan diri ke KPK serta pemilik Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan.

Kemudian ada pula staf khusus Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Sunny Tanuwidjaja yang juga dicekal KPK.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu