Jakarta, Aktual.com – Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) sejak awal sudah mengkhawatirkan Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II akan berdampak serius pada kebijakan reklamasi di Teluk Jakarta. Khususnya pada pergantian pos Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Kekhawatirkan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta yang terdiri dari beberapa organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat disampaikan pada akhir Juli 2016, atau beberapa saat setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan susunan Reshuffle Kabinet Kerja Jilid II di Istana Negara.
“Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengkhawatirkan penggantian Menko Maritim ke Jend (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan akan mengubah kebijakan yang telah diambil Menko Maritim sebelumnya DR Rizal Ramli dalam menghentikan Reklamasi Pulau G dan meninjau ulang keberadaan pulau-pulau reklamasi,” kata perwakilan KSTJ dari Lembaga Bantuan Hukum Tigor Hutapea, saat itu.
Dalam pandangan KSMJ, kinerja dan kebijakan Rizal Ramli yang berani melakukan penghentian Reklamasi Pulau G dan meninjau ulang keberadaan pulau-pulau reklamasi yang ada sebenarnya patut diapresiasi berbagai pihak.
Kinerja dan kebijakan Rizal Ramli juga dinilai telah menunjukan keberpihakan pemerintah kepada keberadaan nelayan dan lingkungan.
Mengantisipasi kekhawatiran perubahan kebijakan pemerintah soal reklamasi Teluk Jakarta dibawah komando Luhut, KSTJ kemudian mengeluarkan beberapa tantangan kepada Luhut. Pertama, menantang Menko Maritim baru Jend (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan untuk berani bersikap dan mengambil kebijakan menolak Reklamasi Teluk Jakarta.
“Melanjutkan penghentian proyek Reklamasi Pulau G dan menghentikan reklamasi pulau-pulau lainnya. Caranya, mengusulkan kepada Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres penghentian Reklamasi Teluk Jakarta,” ucap Tigor.
Kedua, menantang Menko Maritim Jend (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan untuk berpihak pada keberlangsungan dan perlindungan lingkungan Teluk Jakarta, berpihak kepada kehidupan nelayan Teluk Jakarta dan tidak berpihak kepada pengusaha/pengembang reklamasi.
Sikap demikian sesuai dan sejalan dengan intruksi Presiden Jokowi agar reklamasi tidak merusak lingkungan, melindungi nelayan dan tidak diatur oleh pengembang.
Ketiga, KSTJ menantang Menko Maritim Jend (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan untuk mendukung penuh pemberantasan Grand Corruption reklamasi yang diduga melibatkan pihak legislatif, eksekutif, hingga pihak pengembang reklamasi.
Keempat, KSTJ yakin Jend (Purn) Luhut Binsar Panjaditan akan bersikap kesatria yang berpihak kepada rakyat dan berjiwa nasionalis dalam penyelesaian permasalahan Reklamasi Teluk Jakarta. Bilamana harapan kami di atas tidak terwujud, maka nelayan dan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta tidak gentar untuk memberikan kritik.
Terakhir, KSTJ mengingatkan kepada Bapak Presiden dan Seluruh Jajaran Kabinet Kerja Jilid II terkhusus menteri terkait bahwa pelaksanaan atau praktek Reklamasi Teluk Jakarta dan reklamasi lainnya masih menyisakan begitu banyak persoalan.
Diantaranya harmonisasi seluruh Peraturan Perundang-Undangan terkait pelaksanaan reklamasi dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, prinsip pembangunan berkelanjutan dengan mengutamakan kelestarian lingkungan, melindungi kehidupan nelayan tradisional dan ditujukan untuk kepentingan publik.
Kemudian membuat perencanaan lingkungan hidup sebagai basis penetapkan Daya Tampung dan Daya Dukung Lingkungan Hidup Teluk Jakarta yang terbaru. Daya dukung dan daya tampung merupakan dasar disusunnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang dimandatkan Pasal 16 UU 32 Tahun 2009.
“Perencanaan dan kajian tersebut wajib dilakukan untuk mengetahui apakah suatu pembangunan tidak melebihi kapasitas alam dalam mendukung suatu pembangunan,” jelas Tigor.
Peninjauan dan kajian ulang terhadap reklamasi dan pulau-pulau yang ada juga harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan seluruh masyarakat yang berkepentingan terhadap Teluk Jakarta serta mempublikasikan setiap tahap proses pelaksanaan peninjauan ulang dalam media yang dapat diakses oleh masyarakat.
Selanjutnya melakukan penegakan Hukum Administrasi dengan memberikan sanksi berupa pencabutan izin-izin reklamasi dan pemulihan kerusakan lingkungan akibat pelanggaran yang dilakukan pengembang.
Penegakan hukum pidana hingga keakar-akarnya juga sangat penting dilakukan. KSTJ melihat pelaksanaan reklamasi telah nyata mengandung tindak pidana lingkungan hidup maupun aturan pesisir.
“Hal ini penting dilakukan untuk memberikan efek jera bagi perusahaan atau oknum yang melanggar ataupun yang terlibat dan memulihkan kerugian bagi publik tidak terulang lagi,” ucapnya.
“Kabinet Kerja Jilid II dapat dinyatakan telah berhasil dan sukses setelah menyelesaikan persoalan utama diatas,” demikian Tigor.(Soemitro)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid