Jakarta, Aktual.com — Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih digodok oleh tim “drafter” di bawah koordinasi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Widodo Ekatjahjana mengatakan bahwa beberapa poin rancangan revisi UU masih jadi perdebatan yang sengit.
“Kita lihat perkembangannya, karena perdebatannya sangat sengit tadi, menyangkut hal-hal yang sangat substantif,” ujar dia, seusai rapat koordinasi di kantor Kemenko Polhukam, Kamis (28/1).
Widodo menyebutkan sejumlah hal yang menjadi perdebatan ialah mengenai hukuman pencabutan paspor atau langsung pencabutan kewarganegaraan bagi WNI yang mengikuti pelatihan perang secara ilegal di luar negeri.
Ia menjelaskan, akan ada peraturan lain yang sifatnya lebih teknis dan terperinci akan diatur dalam Peraturan Pelaksanaan.
Selain itu, ada beberapa pasal baru yang ditambahkan dalam revisi undang-undang, antara lain informasi elektronik terkait adanya dugaan tindakan terorisme dapat digunakan sebagai bukti untuk melakukan penangkapan.Kemudinan, tentang perdagangan senjata yang memiliki tujuan tindakan terorisme juga dapat dijerat undang-undang.
“Ekstra teritorial, jadi (terduga teroris) warga negara (asing) yang ada di sini bisa kita tangkap,” ujar Widodo.
Ada pula penambahan masa penahanan bagi terduga pelaku teror sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Widodo menyebut masa penahanan menjadi 120 hari yang dibagi menjadi dua termin.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara