Andai saja penjualan BCA kala itu tidak terealisasi, mungkin ‘gemerlap’ bisnis perbankan, seperti dinikmati BCA saat ini juga dirasakan pemerintah. Bagaimana tidak, coba bandingkan dengan ekspansi bisnis perbankan BCA saat ini.

Pintu Masuk KPK

Sekelumit permasalahan BCA, penjualan termasuk pula tunggakan ke negara, ikut berimbas terhadap Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Seperti yang dirasakan salah satu eks pejabat BPPN yang enggan disebutkan identitasnya, namun pernah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dia mengaku merasa ada kejanggalan dalam penjualan BCA kala 2002 itu. Bahkan menurutnya, KPK bisa masuk ke ranah penjualan dimaksud. Tentu dugaannya seperti dengan sangkaan KPK kepada Kepala BPPN periode 2002-2004, Syafruddin Arsjad Temenggung, yakni indikasi kerugian keuangan negara.

Sebab, sebagaimana audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2000, dari Rp 52 triliun BLBI yang diterima BCA, pengembaliannya baru sebesar 36,77 persen. Artinya, masih ada 63,23 persen dari Rp 52 miliar yang menjadi utang Sudono ke negara.

“Yang mungkin akan diusut KPK adalah tentang penjualan BCA yang dianggap terlalu murah. Tapi ini baru dugaan saya,” singkat pria yang juga pernah mencicipi ‘hangatnya’ kursi direksi bank ternama.

Bahkan kata mantan pejabat BPPN, sampai saat ini masih ada obligor penerima BLBI yang bermasalah dengan negara.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby