Saat itu, sambung Mu’ti, sang anak termenung sebentar, kemudian dia bertanya, “Tidakkah Nabi bersabda bahwa panci ini musti dicuci tujuh kali, di antaranya satu kali dengan tanah?”
Sang proklamator itu pun menjawab, “Ratna, di zaman Nabi belum ada sabun dan kreolin! Nabi waktu itu tidak bisa memerintahkan orang memakai sabun dan kreolin.”
Dengan demikian, masih kata Mu’ti, modal spiritual tidak boleh terpaku pada pemahaman lama merasa bahwa soal agama itu sudah selesai, melainkan meneruskan pemahaman dalam cara pandang pemikiran yang merdeka dalam beragama.
“Sebab, sekali pun Bung Karno katakan Islam sudah selesai. Tapi cara kita memahami agama harus diteruskan. Makanya Bung Karno itu lebih-lebih dari Muhamadiyah.”
[Novrizal Sikumbang]
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Wisnu