New York, Aktual.com – Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon “geram” mendengar laporan mengenai ditahannya presiden Burkina Faso, negara yang tak memiliki laut di Afrika Barat, oleh pengawal presiden pada Rabu (16/9).
Satu pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara Sekretaris Jenderal itu mengatakan Ban “geram” oleh laporan mengenai ditahannya Presiden Burkina Faso Michel Kafando dan perdana Menteri Yacouba Isaac Zida, serta sejumlah Menteri Negara, oleh pengawal presiden pada Rabu di Ouagadougou, Ibu Kota Burkina Faso.
“Sekretaris Jenderal menyerukan pembebasan mereka segera. Peristiwa ini adalah pelanggaran nyata terhadap Piagam Peralihan dan Undang-Undang Dasar Burkina Faso,” kata pernyataan tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua, Kamis (17/9).
Menurut laporan pers, pengawal presiden menyerbu ruang pertemuan kabinet dan menangkap presiden sementara serta pejabat lain, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai kudeta militer. Sejauh ini, pengawal presiden belum memberi penjelasan apa pun mengenai tindakannya.
Menurut pernyataan itu, “PBB dengan tegas mendukung pemerintah peralihan dan Presiden Kafando. Sekretaris Jenderal menyampaikan dukungan kuat buat rakyat Burkina Faso bagi peralihan damai dan mendesak dipatuhinya kalendar peralihan, termasuk pemilihan umum mendatang.” Wakil Khusus Sekretaris Jenderal untuk Afrika Barat Mohamed Ibn Chambas saat ini berada di Ouagadougou dan bekerjasama secara erat dengan Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS), Uni Afrika serta mitra internasional guna mendukung dan memelihara peralihan di Burkina Faso, kata pernyataan tersebut.
Dalam waktu kurang dari satu bulan, pemilihan umum dijadwalkan berlangsung untuk menuntaskan peralihan kembali ke demokrasi setelah perlawanan rakyat menggulingkan presiden Blaise Compaore tahun lalu.
Compaore, yang merebut kekuasaan dalam kudeta militer 1987 di negara Afrika Barat yang tak memiliki laut tersebut, adalah sekutu penting Prancis dan Amerika Serikat dalam perang mereka melawan gerilyawan fanatik di Wilayah Sahel, yang gersang.
Pengawal presiden, yang dikenal dengan nama RSP, adalah pilar penting kekuatan Compaore sebelum ia digulingkan oleh demonstran pada Oktober lalu, ketika ia berusaha mengubah undang-undang dasar untuk memperpanjang 27 tahun masa jabatannya.
Aksi pengawal presiden tersebut terjadi cuma dua hari setelah satu komisi pemerintah menyarankan perlucutan pasukan keamanan itu, yang memiliki 1.200 personel dan perlengkapan yang baik, dan menyebutnya “militer di dalam militer”.
Pada Februari, satu upaya oleh perdana menteri untuk memperbarui pengawal presiden mengakibatkan krisis politik, sebab pasukan pengawal presiden berusaha memaksa dia mundur.
Seorang penasehat senior ketua parlemen peralihan mengatakan anggotanya berencana berpawai ke Istana Presiden untuk menuntut pembebasan presiden dan para menteri.
Artikel ini ditulis oleh: