Sekjen PKB Abdul Kadir Karding

Jakarta, Aktual.com – Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menuding pemerintah telah mengabaikan insan usaha pertambakauan, yaitu petani tembakau dan pengusaha sigaret kretek tangan (SKT).

Hal ini dikatakan Karding dalam diskusi bertajuk ‘Menyelamatkan Industri dan Pekerja Rokok Kretek Tangan’ di Jakarta, Rabu (25/7).

Dalam diskusi yang diadakan oleh Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) itu, Karding menyebutkan industri SKT di tanah air telah berada di ujung tanduk. Akibatnya, masyarakat yang berada di dalam ruang lingkup industri ini pun akan menanggung akibatnya.

“Salah satu penghancuran SKT ini adalah impor yang besar, cukai yang tinggi. Harusnya cukai dibedakan antara rokok putih dengan kretek,” ujar Karding.

Karding mengatakan, ia telah memperjuangkan hal ini selama dua periode jabatan di parlemen dengan menyusun Rancangan Undang-undang (RUU) Pertambakauan.

Namun, ketika segala hal telah dirampungkan dan RUU telah siap, pemerintah justru tak memberikan sedikitpun tanggapan tentang ini hingga kini.

“Karena pada dasarnya mereka (pemerintah) tidak ingin ada RUU Pertembakauan, tidak ingin melindungi petani tembakau,” jelas lulusan Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.

“Jadi saya kira pemerintah harus jelas, industri tembakau kita ini mau dibawa ke mana? Cukai tembakau itu paling tinggi lho, penyerapan tenaga kerjanya juga jutaan orang, dan ini adalah ciri khas (budaya) kita, mestinya dijaga,” papar Karding menambahkan.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan dari beberapa jenis rokok, SKT memberikan velue besar terhadap perekonomian Indonesia.

Selama 2013-2017, jelas Enny, jumlah penurunan SKT menurun 22,63%. Penurunan SKT itu mampu mempengaruhi PDB -0,82%, upah riil -1,24%, inflasi 0,41%, konsumsi rumah tangga -0.96%.

“SKT perlu affirmative policy,” ucapnya.

Road Map

Menurut Enny, pemerintah harus bersatu padu untuk menyelesaikan masalah yang semakin sengakrut ini.

Ia pun mengimbau agar sejumlah lembaga terkait duduk bersama guna menyelesaikan problematika ini. Mengingat persalahan tembakau sudah sangat rumit dan multi instansi.

Beberapa lembaga itu antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

“Selama ini kan yang tidak pernah mau duduk bareng bahas tembakau itu Kementerian Kesehatan,” ujar Enny.

“Harusnya kan ada road map yang jelas dari pemerintah kalau mau duduk bareng,” tambahnya.

Ekonom INDEF memberikan solusi atas penurunan SKT. Pertama, mengurangi PPh. Kedua, menyusun tarif cukai yang proposional, cukai SKT harus lebih rendah dari cukai SKM dan SPM golongan manapun. Ketiga, fasilitas dan intensif untuk mendorong ekspor.

“Serta meniadakan regulasi yang membebani industri kelas menengah kecil agar mampu berkompetisi dengan industri besar,” ucapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan