Jakarta, Aktual.com — Kisruh tentang skema pengelolaan Blok Masela terus mendapat perhatian dari berbagai pihak. Lahirnya dua kubu yang berseberangan dalam rencana pengelolaan Blok Masela bersumber dari perbedaan pendapat antara Menteri Koodinator Kemaritiman, Rizal Ramli dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said.

Kementerian ESDM berpendapat, bahwa sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan oleh SKK Migas dan masukan dari konsultan Firma konsultan Tridaya Advisory kepada Inpex yang menyatakan bahwa pembangunan Blok Masela lebih efisien dan murah dengan menggunakan skema FLNG (offshore/laut) dibandingkan dengan menggunakan skema OLNG (onshore/darat).

Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi menyatakan, perhitungan yang mengatakan bahwa di laut jauh lebih murah adalah pernyataan yang belum pernah teruji kebenarannya.

“Itu adalah hitungan dari konsultan yang dibayar oleh ESDM. Dan itu tidak realistis karena seperti yang saya bilang dari awal bahwa di laut dikecilkan, didarat dibesarkan,” papar Tumpak Sitorus, Ketua Bidang Energi Seknas Jokowi di Jakarta, ditulis Kamis (17/3).

Menurut Tumpak, selama ini banyak pihak-pihak yang mencoba melakukan pembentukan opini bahwa pembangunan Blok Masela dengan menggunakan skema di laut jauh lebih murah dan efisien.

“Padahal, teknologi di laut belum open, kita ini punya pengalaman baru di darat, artinya apa kita mau tergantung pada teknologi orang lain yang belum pernah teruji, kebenarannya, itu berbahaya. Untuk sekelas masela ya,” ujarnya.

Untuk itu, Seknas bersikukuh akan bersikap tegas dalam memberi masukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengambil keputusan mendukung pengelolaan Blok Masela secara onshore (darat).

“Iya, mestinya, onshore. Iya jokowi harus ambil onshore, kenapa karena ini juga untuk kepentingan rakyat banyak. Saya juga tekankan bahwa, Ini bukan soal efisiensi engga. Kita ingin membangun masyarakat dari pinggir,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan