Jakarta, Aktual.com – Lembaga Seknas JOKOWI meminta otoritas berwenang agar membatalkan Head of Agreement (HoA) antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Bumi Sarana Migas (BSM) dalam hal pembangunan terminal LNG di Bojonegara, Serang, Banten.
Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Seknas Jokowi, Tumpak Sitorus menjelaskan bahwa proyek yang bernilai USD500 juta itu dirasa banyak kejanggalan dan tidak berdasarkan prioritas kepentingan nasional. Dari proyek ini sangat terlihat jelas terjadi intervensi dan konflik kepentingan. PT BSM yang merupakan milik anak Wapres JK, yakni Solihin Kalla mendapatkan persetujuan proyek tanpa melalui proses tender, namun melainkan hanya melalui pengajuan feasibility study.
“Penandatanganan HoA yang dilakukan 1 April 2015 itu secara prinsip mengabaikan fakta bahwa tingkat kebutuhan akan gas cair untuk wilayah Jawa Barat, hingga saat ini belum dapat terpenuhi. Karena itu HoA tersebut tidak menjawab pertanyaan mendasar yang amat penting di sini yakni upaya nyata memenuhi defisit kebutuhan gas cair di Jawa Barat,” ujar Tumpak dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (14/10).
Kemudian dalam pengamatannya, pada tahun 2013, telah terjadi defisit gas Jawa Barat sebanyak 394 MMscfd. Bahkan diperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai 753 MMscfd.
Untuk memenuhi kebutuhan mendesak itu, kata Tumpak, seharusnya Pertamina mengadakan proyek bertujuan untuk menutupi defisit tersebut, bukan malah melakukan pengadaan proyek yang dibiayai negara untuk memenuhi keinginan salah satu perusahaan milik orang nomer dua di Republik Indonesia.
Yang Lebih miris lagi tuturnya, PT BSM sebagai pihak pemegang saham yang bukan mayoritas, namun membuat posisi Pertamina tidak memiliki kewenangan untuk mengendalikan jalannya proyek pengadaan gas cair di Bojonegara itu.
“Kenyataan ini sangat bertentangan dengan semangat kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi, karena untuk memiliki ketahanan energi, kita harus mandiri dalam pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri. Untuk mencapai itu semua kita harus memiliki kedaulatan dalam mengelola sumber energi yang kita miliki, bukan malah diserahkan kepada perusahaan swasta yang menjadi kroni orang nomer dua di Republik ini,” tegasnya.
Untuk itu Tumpak meminta agar penegak hukum mengusut kasus tersebut, karena proyek tersebut bukanlah jalan keluar untuk mencapai kedaulatan energi. Malah yang terjadi adalah sekedar kepentingan segelintir kelompok tertentu.
“Aparat harus mengusut sampai tuntas dugaan persekongkolan antara oknum Pertamina dan BSM, dan menghukumnya apabila ditemukan unsur pidana di dalamnya,” tandasnya.
(Laporan: Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka