Jakarta, Aktual.com — Sekretaris DPRD Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, M Sayuti mengatakan terdapat seorang pengusaha yang kerap menyetor uang senilai Rp 9 miliar ke istri bupati Lucianty. Demikian dikatakan Sayuti ketika dihadirkan menjadi saksi kedua dalam persidangan kasus suap Pemkab Muba.
“Pengusaha yang mengatakan itu kepada saya bernama Cahyadi, dan dia juga mengatakan terdapat pengusaha lain yang juga setor,” kata Sayuti menjawab pertanyaan majelis hakim terkait keterangannya dalam berita acara penyidikan KPK di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (10/9).
Dalam persidangan tersebut Sayuti juga membenarkan bawah dia menyerahkan uang senilai Rp 100 juta untuk urunan dana menyuap anggota DPRD yang meminta total Rp 17,5 miliar. Pemberian ini dimaksudkan untuk mengagendakan pembahasan RAPBN Muba 2015 dan pengesahkan Laporan Pertanggungjawaban Bupati Pahri Azhari pada 2014.
“Setahu saya DPRD meminta ke pemkab sebesar satu persen dari total RAPBD yakni sekitar Rp14 miliar (belakangan deal Rp 17,5 miliar, red),” kata dia di hadapan majelis hakim yang diketuai Paslas Nababan.
Dalam urunan bersama seluruh SKDP di lingkungan pemkab Muba itu, Sekwan Muba ditargetkan menyetor Rp 317 juta. Karena diminta cepat, Sayuti mengaku meminjam uang staf kemudian mengembalikannya dengan cara memotong anggaran beberapa kegiatan DPRD.
“Saya menyerahkan uang urunan karena ini sudah menjadi kewajiban setiap SKPD, dan ini sudah yang kedua kali. Untuk yang pertama, saya lupa nominalnya,” kata dia.
Terkait dengan terdakwa, saksi mengatakan pernah ditelepon Faisyar untuk segera mengumpulkan uang urunan tersebut. “Meski tidak menerima intruksi langsung dari bupati tapi saya yakin ini adalah perintah bupati melalui Faisyar,” kata dia menjawab pertanyaan hakim mengapa mau menyerahkan uang.
Berdasarkan surat dakwaan JPU diketahui, sebanyak 14 SKPD telah menyetor dana suap berkisar Rp 5 juta hingga Rp 2 miliar. Sementara, sisanya sebanyak 14 SKPD belum menyetor meski sudah didata besaran dana yang harus diberikan untuk menyuap anggota DPRD Muba.
SKPD itu, RSUD Rp 53 juta, Dinas Pertanian Rp 77 juta, DKPPLJ Rp 100 juta, Dinsos Rp 9 juta, Dishub Rp 52 juta, Dispora Rp 35 juta, Sekwan Rp 100 juta, Badan Penyuluh Rp 20 juta, Disnaker Rp 5 juta, Disperindag Rp 40 juta, Dinkes Rp 27 juta, Badan Lingkungan Hidup Rp 11 juta, Keluraga Berencana Rp 1,5 juta, Pol PP Rp 10,5 juta.
Dari dana yang dikumpulkan tersebut maka diperoleh uang sebesar Rp 478 juta dan diserahkan ke perwakilan anggota DPR dengan menjadi angsuran kedua. Sebelumnya, sudah menyerahkan Rp 2,65 miliar sebagai setoran pertama.
Kemudian, mendapatkan tambahan lagi dari Dinas PU Bina Marga sebesar Rp 2 miliar, Dinas PU Cipta Karya Rp 500 juta, dan Dinas pendidikan 25 juta, ditambah dari dua terdakwa yakni Syamsudin Fei (Kepala BPKAD) dan Faisyar (Kepala Bappeda) sebesar Rp 35 juta.
Akhirnya, kasus suap yang melibatkan Pemkab Muba dan DPRD Muba ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di kediaman Bambang Kariyanto (Anggota DPRD) pada 19 Juni 2015. Pada saat ini, dilakukan penyerahan sisa kesepakatan Rp17,5 miliar atau ansuran ketiga yakni uang senilai Rp 2,59 miliar.
Sementara ini, satu berkas dua tersangka lainnya yakni Adam Munandar dan Bambang Kariyanto sudah diserahkan ke Pengadilan Tipikor Palembang pada hari ini JPU KPK Irene Putri. Sedangkan, Bupati Muba Pahri Azhari dan istri bupati Lucianty beserta empat pimpinan DPRD sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Sementara dua terdakwa Syamsuddin Fei dan Faisyar dijerat dakwaan primer Pasal 5 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 thn 1999 tetang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dan dakwaan sekunder Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 thn 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal selama 3 tahun dan denda Rp50 juta.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu