Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6). Nurhadi kembali diperiksa terkait kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/16

Jakarta, Aktual.com – Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman kembali harus masuk ruang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hari ini dia dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

“Iya, dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DAS (Doddy Ariyanto Supeno),” kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi, Jumat (10/6).

Pemeriksaan Nurhadi hari ini adalah yang keempat kalinya. Dia diperiksa sehubungan dengan kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Namun, dalam pemeriksaan sebelumnya dia selalu irit berkomentar meski dicecar dugaan keterlibatannya dalam kasus suap yang juga menjerat Panitera PN Jakpus Edy Nasution.

Estafet pemeriksaan Nurhadi bukan tanpa alasan. Sebab, dia jadi orang ketiga yang disasar penyidik KPK, usai menangkap Edy dan Doddy.

Diketahui, setelah peringkusan Edy dan Doddy, penyidik langsung melakukan serangkaian penggeledahan. Dan salah satu lokasinya adalah kediaman Nurhadi di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dari penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah dokumen perkara, baik itu yang didaftarkan melalui PN Jakpus atau yang langsung ke MA. Bahkan, Agus Rahardjo Cs juga mengamankan uang Rp1,7 miliar dari dalam rumah Nurhadi.

Seperti diketahui, dalam perkara ini KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap pendaftaran PK di PN Jakarta Pusat. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.

Suap tersebut diduga diberikan terkait pengamanan perkara di PN Jakarta Pusat. Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp500 juta. Pada saat ditangkap, KPK menemukan uang Rp50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp100 juta.

Artikel ini ditulis oleh: