Jakarta, Aktual.com – Praktisi Migas, Iwan Ratman mengatakan kelesuan sektor hulu migas nasional dalam 3 tahun terakhir memang dipengaruhi harga minyak dunia yang sempat jatuh mencapai angka USD26 per barel, meskipun dalam beberapa bulan terakhir telah berada di atas USD60 per barel.
Namun faktor carut-marutnya regulasi yang ada juga tidak bisa dipungkiri telah memberikan imbas negatif yang tidak kalah dari faktor keterpurukan harga minyak.
“Banyak faktor lain yang membuat investor tidak bergairah, di antaranya permasalahan regulasi,” kata Iwan secara tertulis, Kamis (23/11).
Salah satu faktor yang disoroti Iwan adalah skema gross split yang sejak lama gencar dikampanyekan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Sayangnya, gross split bagi investor justru malah dirasa lebih buruk daripada sistem cost recovery. Alhasil eksplorasi mengalami keterpurukan.
“Investor akhirnya lebih berminat di blok migas yang sudah produksi karena suda jelas dapat dihitung keekonomiannya. Biar bagaimanapun investor selaku pelaku bisnis akan menempatkan pertimbangan keekonomian suatu blok migas sebelum memutuskan berinvestasi,” papar Iwan.
Selain itu, belum rampungnya revisi UU Migas juga membuat kekhawatiran bagi investor. Sehingga ketidakpastian hukum berbisnis migas masih menjadi momok yang menghambat masuknya investasi.
Pada aspek lain, Iwan menyarankan penempatan SDM di jajaran manajemen SKK Migas hendaknya yang memiliki kompetensi untuk memacuh gairah hulu migas.
Terakhir, sambung Iwan, masih adanya tumpang tindih dan carut-marut manajemen operasi migas juga turut menyumbang kenapa sektor hulu migas mengalami kelesuan.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta