Jakarta, Aktual.com — Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah tak menampik bahwa La Nyalla Matalitti dapat dijemput paksa. Pasalnya, Ketua Umum PSSI itu sudah menjadi tersangka kasus korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur.
“Kenapa nggak mungkin? Orang sudah tersangka. Saksi saja bisa dipaksa kalau penyidikan,” ujar Armisnyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (28/4).
Meski bisa melakukan jemput paksa, namun La Nyalla saat ini beras di luar yuridiksi Indonesia, Armisnyah mengatakan, hal itu yang menjadi permasalahan. “Nah, kan makanya itu.”
Sedangkan saat wartawan menyoal tentang batas terakhir izin tinggal La Nyalla di Singapura, Arminsyah mengatakan, intelijen Kejagung telah melakukan koordinasi dan meminta bantuan pihak imigrasi.
“Kita koordinasi, terutama intelijen dan teman-teman kita juga minta bantuan imigrasi untuk melakukan pemantauan,” jelas Armisayah yang juga mantan Kajati Jawa Timur.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) kembali menetapkan La Nyalla sebagai buronan, karena penyidik sudah menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru.
Penerbitan Sprindik baru setelah Pengadilan Negeri Surabaya, memutuskan mengabulkan permohonan praperadilan sehingga menganulir status tersangkanya.
Kejati Jatim menetapkan La Nyalla sebagai tersangka korupsi dana hibah Kadin Jatim tahun 2012. Saat itu, La Nyalla menjabat Ketua Kadin Jatim periode 2010-2014.
La Nyalla diduga menggunakan dana hibah Kadin Jatim tahun 2012 untuk membeli saham Initial Publik Offering (IPO) atau penawaran saham perdana Bank Jatim, setelah penyidik menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
Penyidik menetapkan La Nyalla sebagai tersangka berdasarkan Kep-11/0.5/Fd.1/03/2016 tertanggal 16 Maret 2016, menindaklanjuti Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor Print-291/ 0.5/Fd.1/03/2016, tanggal 16 Maret 2016.
Penyidik menduga La Nyalla menggunakan dana hibah Kadin Jatim sejumlah Rp 5,3 miliar untuk membeli IPO saham Bank Jatim tersebut.
Kasus yang membelit La Nyalla ini merupakan pengembangan korupsi yang merugiakan keuangan negara sekitar Rp 48 milyar dan telah menjadikan 2 pengurus Kadin Jatim sebagai terpidana, menyusul putusannya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Dari pengembangan itu, penyidik menemukan bukti ada penggunaan dana hibah untuk membeli saham IPO Bank Jatim sejumlah Rp 5,3 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu