Hasil pendalaman KontraS, ada beberapa faktor yang mengakibatkan praktik-praktik penyiksaan itu masih terjadi, dan bahkan terus meningkat. Dijelaskan Arif salah satu faktornya ialah ketiadaan evaluasi dan koreksi terhadap proses penganan perkara.
“Penyiksaan tersebut sebagai bentuk balas dendam. Keengganan penegak hukum untuk menghukum para pelaku. Adanya budaya pemberian uang ganti kerugian atau uang kerohiman. Minimnya sanksi yang tegas dan institusional,” jelasnya.
Contoh kasus di Cianjur. Kasus kematian Asep Sunandar yang ditangkap pada 10 September 2016 oleh anggota Polre Cianjur. Hanya beberapa jam setelah ditangkap, pihak keluarga mendapatkan informasi bahwa Asep dinyatakan tewas.
Selanjutnya kasus kematian Afriadi Pratama. Ditengarai Afriadi tewas karena adanya perkelahian antara Adi dengan seorang anggota Polres Meranti, Riau, bernama Adil S Tambunan yang juga tewas. Kematian anggota polisi itu membuat Polres Meranti melakukan pengejara dan penangkapan terhadap Afriadi.
Namun, berselang beberapa jam setelah penangkapan, Afriadi tewas dalam perjalanan menuju RSUD Meranti.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby