Jakarta,- Kejaksaan Agung selangkah lagi bakal menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom (Smartfren) periode 2007-2009, yang menyeret nama Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Arminsyah menyatakan dalam waktu dekat pihaknya segera menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) khusus, dalam perkara ini.
“Sementara belum ada tersangka. Tapi indikasi ke sana (penetapan tersangka) menurut kami kuat,” ujar Arminsyah di kantornya, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/7).
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi terkait transaksi fiktif dalam pembayaran restitusi pajak Mobile 8 adalah murni pidana bukan perpajakan.
“Jadi kasus restitusi pajak ini perkara korupsi. Karena menurut saksi bahwa uang untuk membeli voucher adalah pembelian yang pura-pura. Jadi seolah-olah ada pembelian padahal tidak ada,” beber Armin.
Terkait soal pemeriksaan bos MNC Group hari ini, Armin menyebut penyidik menyodorkan 30 pertanyaan yang materinya terkait dengan pembelian voucher dari PT Djaja Nusantara Komuniksi (DNK).
“Kemudian juga pengajuan restitusi pajaknya. Jadi Hary Tanoe selaku komisaris diperiksa sebagai saksi ditanya sejauh mana yang dia ketahui soal pembelian voucher tersebut,” tambah pria lulusan FH UMJ itu.
Bahkan, Armin mengaku jaksa penyidik sudah memeriksa dua orang yang sebelumnya pernah ditetapkan tersangka, meski status keduanya saat ini sudah dianulir oleh hakim Praperadilan. Namun ia mengisyaratkan berpeluang kembali menjadi tersangka.
Kasus ini bermula saat PT Mobile 8 Telecom dan PT DNK melakukan transaksi perdagangan barang-barang jasa telekomunikasi, seperti handphone atau pulsa pada tahun 2007-2009 senilai Rp 80 milyar.
Sesuai keterangan Direktur PT DNK, Eliana Djaya, transaksi perdagangan itu seolah-olah ada, karena PT DNK, sebenarnya tidak mampu untuk membeli barang-barang jasa telekomunikasi senilai Rp 80 milyar.
Sehingga, transaksi itu direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan process order dan invoice sebagai fakturnya. Sementara terkait kelengkapan administrasi, pihak PT Mobile 8 Telecom akan mentransfer uang sebanyak Rp 80 milyar ke rekening PT DNK.
Pada Desember 2007 PT Mobile 8 Telecom telah mentransfer dua kali, Rp 30 milyar dan Rp 50 milyar. Namun diduga untuk mengemas seakan terjadi transaksi. PT Mobile8 membuat invoice atau faktur yang dibuat purchase order seolah terdapat pemesanan barang dari PT DNK. Namun pada faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom.
Kemudian, tahun 2008 PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan total nilai sebesar Rp 114.986.400.000. Padahal, PT DNK tidak pernah melakukan transaksi sebesar itu, termasuk tidak pernah menerima barang dan melakukan pembayaran.
Dari transaksi ini, kemudian PT Mobile 8 bermodalkan faktur pajak yang telah diterbitkan, mengajukan restitusi (kelebihan pembayaran) pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya Wonocolo. PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi sejumlah Rp 10.748.156.354 pada tahun 2009.
Menurut penyidik gedung bundar seharusnya PT Mobile8 Telecom tidak berhak atau tidak sah menerima kelebihan pembayaran pajak. Dengan demikian atas hal tersebut negara telah dirugikan Rp 10.748.156.345.
Pewarta : Fadlan Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs

















