Presiden lalu menandatangani surat presiden (surpres) revisi UU tersebut pada tanggal 11 September 2019 meski punya waktu 60 hari untuk mempertimbangkannya.
Baleg DPR lalu melakukan rapat dengan Menkumham Yasonna H. Laoly, Kamis (12/9) malam. Selanjutnya, pembahasan akan dilanjutkan di panitia kerja (panja) dengan menegaskan tidak memerlukan masukan masyarakat maupun KPK dalam pembahasan RUU KPK tersebut.
Padahal, setidaknya ada 11 poin pembahasan yang dinilai Ketua KPK Agus Rahardjo dapat melemahkan pemberantasan korupsi oleh KPK, sedangkan Presiden RI Jokowi yang diharapkan dapat mencegah pelemahan itu terjadi malah tetap bersikeras melanjutkan pembahasan revisi UU KPK tersebut.
Hal ini mendorong tiga pimpinan KPK, yaitu Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, dan Saut Situmorang menyerahkan mandat kepada Presiden, Jumat (13/9). Namun, Presiden mengatakan bahwa KPK sebagai lembaga negara seharusnya bijak dalam bernegara karena tidak ada istilah “mengembalikan mandat”.
Selain kecepatan pembahasan revisi UU KPK tersebut, persoalan lain adalah KPK mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan sehingga tidak mengetahui sama sekali isi revisi UU tersebut selain yang beredar di media massa.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa KPK telah mengantarkan surat ke DPR, Senin (16/9) siang, yang meminta penundaan pengesahan revisi UU KPK tersebut. KPK juga meminta draf RUU dan DIM (daftar isian masalah) secara resmi agar dapat dipelajari lebih lanjut.
Artikel ini ditulis oleh: