Jakarta, Aktual.com — Daya beli masyarakat (domestic comsumption) selama ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Dengan jumlah penduduk yang besar, pemerintah sangat mengandalkan daya beli masyarakat.
Namun sayangnya, jika pemerintah tak mampu mengendalikan harga-harga pangan yang terus melambung, bisa jadi daya beli masyarakat akan terus merosot.
“Pemerintah harus mendorong dengan kebijakan agar daya neli masyarakat naaik. Untuk itu, jangsn sampai pemerintah justru mengeluarkan kebijakan yang bukannya menggenjot daya beli, malah menciptakan daya beli merosot,” ucap Anggota DPR dari Komisi IV, Daniel Johan kepada Aktual.com, di Jakarta, Minggu (7/2).
Contoh yang paling nyata adalah sempat dikeluarkannya Pajak Penambahan Nilai (PPN) untuk sapi bakalan, yang tanpa pajak. Hal ini ternyata telah berdampak terhadap melambungnya harga daging sapi. Akibatnya, daya beli masyarakat pun menurun.
“Untungnya PPN itu dicabut. Padahal mestinya, segala pajak atau tarif yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat menengah kebawah atau bahkan masyarakat kelas bawah jangan dikenai lagi. Khususnya di sektor pangan,” pinta Daniel.
Jika kebijakan itu dikeluarkan, sebut politisi dari PKB ini, akan menjadi kebijakan yang kontraproduktif. “Bahkan kebijakan untuk menaikan tarif listrik di Kwh rendah. Itu tidak perlu naik. Karena (kebijakan) itu sama saja dengan menarik daya beli masyarakat,” cetusnya.
Apalagi di saat kondisi perekonomian yang sedang down, dunia industri juga masih terpukul. Banyak pabrik-pabrik yang melakukan efisiensi, yang semula kapasitas produksinya sampai 100 persen bisa hanya 70 persen atau 50 persen.
Sehingga akibatnya akan banyak PHK. Jika daya beli masyarakat itu menurun, tak hanya negara yang akan merasakan dampaknya, kalangan industri juga akan merasa terpukul.
“Kalau diteliti, akarnya adalah karena daya beli masyarakat berkurang. Makanya kami mendorong pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh: