Jakarta, Aktual.com – Laju investasi di tahun ini trennya mengalami penurunan serius per kuartalnya. Tapi di sisi lain, tingkat investasi yang seperti itu justru menunjukkan ketidakefisienan investasi.
Hal ini dibuktikan dengan adanya data Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio antara investasi di tahun yang lalu dengan pertumbuhan output (PDRB/produk domestik regional bruto). Jika nilai ICOR tinggi berarti investasi itu tidak efisien.
“Sangat disayangkan, nilai ICOR yang terus meningkat ini. Hal ini berarti penggunaan nilai investasi ini tidak efisien,” ujar ekonom dari INDEF, Eko Listiyanto di Jakarta, Kamis (29/12).
Laju investasi sendiri berdasar data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di kuartal III cuma tumbuh 10,7 persen dari PDB. Laju ini lebih rendah kuartal I sebesar 17,8 persen dan kuartal II 12,2 persen.
Menurut dia, dengan nilai ICOR yang tinggi itu menujukkan investasi yang masuk tidak lagi sebagai pendongkrak pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2016 yang sebesar 5,02 persen, ternyata kontribusi investasinya kecil.
“Karena memang investasi itu semakin tak dapat digunakan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi secara efisien. Pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79 persen ternyata nilai ICOR-nya 6,78 persen,” tukas dia.
Ke depan, pemerintah harus dapat mengubah kualitas investasi tersebut. Sehingga harusnya di saat pemerintah Joko Widodo (Jokowi) gencar menarik investasi, maka dalam realisasinya harus bisa menekan ICOR tersebut, dalam arti semakin lebih efektif.
Salah satunya, kata dia, adalah aspek teknologi. Karena menurunnya kesiapan teknologi dan kapasitas berinovasi membuat Indonesia semakin sulit memanfaatkan investasi yang masuk itu.
“Jika teknologi disiapkan, maka investasi bisa mendorong pertumbuhan. Selama ini, dengan nilai ICOR yang 6,78 persen, ternyata kesiapan teknologi hanya 3,5 persen dan kapasitas berinovasi sebesar 4,7 persen,” papar Eko.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid