Demak, Aktual.com – Semar Mbangun Kayangan itu merupakan simbol bahwa Semar adalah seorang pamong. Dia mempunyai tugas mendidik, mengawasi dan membimbing pemimpin-pemimpin bangsa ini. Dia senantiasa mengingatkan agar seorang pemimpin tidak lepas dari jiwanya, dari keberadaannya dan dari angkara murka.
Dalam kesehariannya, Semar terus dan terus mengingatkan untuk menjaga nilai-nilai para pemimpin. Dalam dunia pewayangan, pemimpin-pemimpin dimaksud adalah Pandawa. Lima pangeran itu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa yang familiar disebut sebagai Pandawa Lima.
Demikian ditekankan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat memberikan sambutan Pagelaran Wayang Kulit ‘Semar Mbangun Kayangan’, Sabtu (29/4) malam. Pagelaran wayang kulit digelar di Pendopo Pemerintah Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Dalang Ki Anom Dwijo Kangko yang ditanggap mengambil lakon tersebut atas permintaan Tjahjo. Sebagaimana malam-malam sebelumnya, pagelaran wayang kulit itu memang terselenggara atas inisiasinya. Kegiatan nguri-uri budoyo pada awalnya dihelat di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Pagelaran berlanjut di Halaman Kementerian Dalam Negeri beberapa bulan setelahnya.
“Sekarang yang ketiga diadakan di Demak. Kita sudah punya program yang akan berkesinambungan,” kata Tjahjo.
Disampaikan, banyak pelajaran yang bisa diambil hikmahnya dari lakon Semar Mbangun Kayangan. Dimana inti ceritera bukan semata Semar ingin membangun istana yang megah, istana yang gede magrong-magrong. “Tidak,” ia menekankan.
Semar hanya semata ‘menjaga’ agar seorang pemimpin itu tidak mudah terlena oleh hasutan dan nafsu angkara murka. Sebab jika tergoda ia khawatir akan merubah pola pikir, sikap dan tingkah lakunya. Sementara sebagai seorang pemimpin, pandawa sendiri mempunyai tugas besar.
“Apapun, seorang pemimpin harus mampu menjalankan amanah, mampu menggerakkan dan mengorganisir masyarakat. Agama saya mengatakan, setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawabannya kehadapan Allah SWT,” ucap Tjahjo.
“Tugas Semar setidaknya mengingatkan para pemimpin bangsa ini agar tidak keliru, tidak lepas dari jati dirinya sebagai seorang pemimpin. Sing salah seleh, yang salah akan jatuh dengan sendirinya. yang salah akan mendapatkan kutukan dari Allah SWT,” sambungnya.
Mantan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu menambahkan, Kabupaten Demak sengaja dipilih sebagai tempat digelarnya pagelaran wayang kulit karena secara pribadi Tjahjo sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Wali.
“Saya pilih Demak karena saya juga bagian dari Demak. Kalau silsilahnya saya trahnya masih Sunan Kalijaga. Ini sudah menjadi bagian dari keluarga saya,” jelasnya.
Dalam kerangka kekinian, pria kelahiran Surakarta 1 Desember 1957 itu mengatakan bahwa pesan lain yang bisa diambil dari Semar Mbangun Kayangan adalah bahwa pemimpin itu bukan saja membangun fisik semata. Pemimpin juga harus bisa membangun dan menjaga jiwanya agar mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat.
Pagelaran wayang kulit sendiri dihadiri sejumlah pejabat dilingkungan Jawa Tengah. Tampak Gubernur Ganjar Pranowo, Wagub Jateng Heru Sudjatmoko, Sekda Jateng Sri Puryono, Bupati Demak HM Nasir dan Wabup Joko Sutanto.
Artikel ini ditulis oleh: