Kelima, eksepsi tentang penyusunan surat dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan terhadap terdakwa dan tidak terdapat dalam berkas perkara, sebagai dakwaan dengan Pasal yang dimunculkan tiba-tiba.

Selanjutnya poin keenam, eksepsi tentang ketidaksesuaian antara uraian perbuatan dalam surat dakwaan kedua dengan pasal yang didakwakan. Ketujuh, Eksepsi tentang pelanggaran hukum yang berkaitan dengan penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan.

“Poin a, diterbitkan dua kali kepada dua instansi kejaksaan yang berbeda yaitu Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Poin b, diterbitkan bukan di awal penyidikan, dan poin c, pelanggaran terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.IWPUGXII/2015,” katanya.

Kedelapan, eksepsi tentang hasil penyidikan yang tidak sah yang dikarenakan tidak melanggar Pasal 138 ayat 2 KUHAP Jo Pasal 12 ayat 5 Peraturan Kejaksaan nomor PER-036/AJA/O9/2011 Tentang Standar operasional Prosedur (SOP) Penanganan Tindak Pidana Umum Jo Pasal 1 angka kesatu.

Terakhir, pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok Nomor 1537/Pid.B/2016/PN Jakarta Utara yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu