Jakarta, Aktual.com – Dalam persidangan terdakwa kasus dugaan suap Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sugito terungkap bahwasanya Kementerian Pedesaan, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memboros anggaran hingga Rp500 miliar.
Pemborosan anggaran ini diketahui berdasarkan hasil laporan pemeriksaan BPK sesuai surat tugas Nomor 02/HP/XVI/01/2017 tertanggal 18 Januari 2017 terkait Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan atas Realisasi Belanja Barang Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial 2015 sampai dengan Semester I 2016 terhadap Kemendes PDTT.
“Terdapat temuan dengan jumlah uang yang besar dan merupakan temuan berulang pada 2015 yakni mengenai pertanggung jawaban Pembayaran Honororium dan Bantuan Biaya Operasional kepada Tenaga Pendamping Profesional (TPP) 2016 sebesar Rp550.467.601.225,” demikian dikutip dari surat dakwaan Sugito, ditulis Rabu (16/8).
Berdasarkan dakwaan tersebut, pihak Kemendes PDTT disebut tidak menjalankan rekomendasi dari BPK soal pembayaran honor dan biaya operasional tenaga pendamping, sampai dilakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT 2016.
Tak sampai disitu permasalahannya. Berdasarkan Ikthisar Hasil Pemeriksaan Semester II untuk tahun anggaran 2016 oleh BPK, Kemendes PDTT belum menentukan standar gaji yang sama untuk tenaga ahli dan asisten tenaga ahli di Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), sehingga mengakibatkan peningkatan biaya gaji.
Terkait temuan itu, BPK menyatakan ada pengelolaan uang sebesar Rp18,99 miliar yang bermasalah.
Selain itu, menurut BPK Kemendes PDTT juga melakukan pembayaran terhadap Tenaga Pendamping Profesional (TPP) yang tidak kompeten, ada juga pembayaran bantuan biaya operasional yang tidak tepat, dan kemahalan harga penyewaan laptop.
Temuan lain dalam pengelolaan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016 yakni terkait kekurangan volume pada paket perkerjaan peternakan modern, pembangunan jalan, dan pengadaan sistem informasi terkait dengan sarana dan prasarana desa. Untuk temuan ini disebut berpotensi merugikan keuangan negara.
Sementara temuan ini, pengelolaan uang yang dianggap bermasalah yakni senilai Rp6,73 miliar.
Laporan Mochammad Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh: