Dia menjelaskan, Aspemo sebagai subjek hukum seperti aturan pasal 6 butir a sampai e, tetap berniat kuat melaksanakan perannya memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormat kebhinekaan.
“Termasuk mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, kemudian melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum,” jelas dia.
Iskandar lantas menyoroti ihwal pendirian perusahaan pers berbentuk badan hukum Indonesia. Pernyataan yang kerap menyebutkan bahwa badan hukum pers harus perseroan terbatas (PT). menurutnya adalah tindak pidana melawan UU ini.
“Untuk pasal 10 yang mensyaratkan perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, serta bentuk kesejahteraan lain, itu tetap menjadi hal yang kami perhatikan walau secara nyata ini cukup sulit. Namun kami tetap akan berupaya” tegas Iskandar.
Ia pun lantas mempertanyakan mengenai fungsi Dewan Pers dalam menata dan mengelola organisasi-organisasi pers, seperti apa dan bagaimana perusahaan atau wartawan media online.
“Tanpa dasar hukum pula Dewan Pers mendorong pelaksanaan uji kompetensi wartawan (UKW). Ini aib bagi kami. Memalukan. Banyak profesi lain sudah sukses menata dirinya, namun masyarakat pers masih belum memiliki ukuran sertifikasi yang valid,” jelas dia.
Ia mengkhawatirkan terbentuk pemikiran di kalangan organisasi pers bahwa individu di dalam DP melakukan hal-hal di luar UU Pers.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby