Jakarta, Aktual.com — Pemerintah Taiwan siap bekerja sama dengan pihak lain yang berkepentingan untuk menjamin perdamaian dan stabilitas Laut Tiongkok Selatan dengan melestarikan dan mengembangkan sumber daya di wilayah tersebut.
“Pada 26 Mei 2015, kami telah berinisiatif mengusulkan perdamaian di kawasan itu dengan prinsip menjaga kedaulatan, penyelesaian sengketa, menjaga perdamaian, dan mendukung pembangunan bersama,” demikian Kantor Penghubung Pers Kementerian Luar Negeri Taiwan dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Sabtu (31/10).
Pemerintah Taiwan yang menamakan dirinya Republik Tiongkok (ROC) menyatakan konsistensinya berpegang pada prinsip-prinsip penyelesaian damai sengketa internasional dan kebebasan navigasi serta lintas udara sebagaimana diatur dalam Piagam PBB dan hukum internasional lainnya yang relevan.
Bahkan, Taiwan telah mempertahankan Pulau Taiping (Itu Aba) dan pulau-pulau lain di sekitarnya tanpa melibatkan diri dalam konflik militer dengan negara-negara lain.
Menanggapi keputusan Majelis Arbitrase pada 29 Oktober 2015 terkait yurisdiksi di Filipina-Tiongkok, Taiwan menegaskan kembali posisinya di Laut Tiongkok Selatan.
Dari perspektif sejarah, geografi, dan hukum internasional bahwa Kepulauan Nansha (Spratly), Kepulauan Sisha (Paracel), Chungsha (tepi Macclesfield), Kepulauan Tungsha (Pratas), dan perairan di sekitarnya merupakan bagian yang melekat dari wilayah Taiwan.
Menurut pejabat tersebut, seharusnya pemerintah Taiwan menikmati semua hak untuk pulau-pulau dan perairan di sekitarnya sesuai dengan hukum internasional.
Perjanjian damai San Francisco yang mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952 dan perjanjian damai antara Taiwan dan Jepang yang ditandatangani pada hari yang sama serta instrumen hukum lainnya, kata juru bicara itu, menegaskan bahwa pulau-pulau dan terumbu karang di Laut Tiongkok Selatan yang diduduki oleh Jepang harus dikembalikan kepada Taiwan.
Empat tahun kemudian tentara Taiwan ditempatkan di Pulau Taiping yang merupakan pulau terbesar di Kepulauan Nansha telah terbentuk secara alami sehingga memenuhi syarat disebut pulau sebagaimana diatur dalam Pasal 121 Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Oleh karena di pulau itu ditinggali manusia dan ada kehidupan ekonomi secara mandiri sehingga Taiwan menganggap Taiping adalah pulau bukan batu karang.
“Klaim oleh negara lain yang bertujuan untuk menyangkal fakta itu tidak akan mengganggu status hukum Pulau Taiping dan hak maritim berdasarkan UNCLOS,” kata pejabat Kemlu Taiwan itu.
Namun terkait dengan sengketa Filipina-Tiongkok di kawasan itu, Taiwan belum dimintai pendapatnya dalam sidang arbitrase.
“Arbitrase tidak memengaruhi Taiwan dengan cara apa pun dan kami tidak mengakui atau menerima keputusan majelis arbitrase,” tulis Kemenlu dalam rilisnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka