Jakarta, Aktual.co — Dua orang saksi fakta yang diajukan pihak penggugat mengaku tidak pernah mengetahui Apollo pernah mendaftarkan merek Curesonic ke Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM ataupun di negara lain.

Hal itu dikatakan saksi Ridwan dan Demmy saat memberikan keterangan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang dipimpin Sutiyo, Selasa (10/3), dalam sidang gugatan pembatalan merek Curesonic yang diajukan Apollo Medical Instruments Co Ltd kepada PT Fortune Star Indonesia (FSI). Kedua saksi adalah mantan pegawai FSG.

“Saya tidak tahu,” kata Demmy saat ditanya pihak tergugat apakah Apollo sudah mendaftarkan merek tersebut secara hukum. Demikian pula dengan keterangan Ridwan yang mengaku tidak mengetahui apakah Apollo telah mendaftarkan merek Curesonic ke HKI. Keduanya hanya mengakui ada persoalan bisnis antara pihak pengugat dengan pihak tergugat.

Prof Willa Chandrawila yang dihadirkan pihak penggugat sebagai ahli menjelaskan, kasus gugatan tersebut masuk dalam ranah perdata. Namun, terkait masalah merek, ahli perdata yang juga eks anggota DPR ini menyerahkan kepada para pembela untuk membuktikan kebenaran formil dan materiil di pengadilan.

Ketua majelis hakim Sutiyo sempat mempertanyakan pihak pengugat yang menghadirkan ahli perdata dalam persidangan. “Sebaiknya pihak penggugat bisa menghadirkan ahli yang berkaitan dengan perkara. Namun, keterangan ahli perdata saat ini bisa menambah wawasan kita,” kata Sutiyo.

Prof Willa menjelaskan, dalam aturan perundang-undangan di Indonesia, memang tidak disebutkan secara spesifik bahwa tentang merek diatur dalam buku 2 KUHPerdata tentang benda. Dia menjelaskan secara rinci hukum perdata tentang Merek dan Benda yang menurutnya sudah melekat pada hak kepemilikannya

Mendengar penjelasan tersebut, kuasa hukum FSI Rosita Radjah mempertanyakan apakah sebuah perusahaan mendaftarkan merek pada pemerintah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terlebih dulu dan sudah menerima sertifikat merek, bisa dikategorikan melanggar hukum?

Ahli menjelaskan, apabila pendaftaran sesuai prosedur, maka itu menjadi haknya. “Kalaupun dilaksanakan secara melawan hukum, untuk barang bergerak, hak gugatnya hilang, tetapi hak milik tidak hilang,” ujarnya.

Seusai sidang, Rosita mengatakan, gugatan Apollo tidak memiliki landasan hukum. Apalagi, FSI sudah mendaftarkan merek Curesonic ke HKI pada 2005. “Aneh, klien kami yang mendaftarkan merek Curesonic, dikatakan bukan sebagai pihak pemilik merek yang resmi,” ujarnya.

Selain itu, gugatan Apollo sudah kedaluwarsa karena Pasal 69 ayat (1) UU nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa gugatan pembatalan merek hanya dapat diajukan maksimal lima tahun sejak merek didaftarkan. FSI mendaftarkan merek Curesonic pada 2 Juni 2005. Apollo mendaftarkan gugatan pembatalan merek pada 20 November 2014 atau sudah lebih dari sembilan tahun lalu.

Rosita menambahkan, dalil butir ke-2 gugatan bahwa Notifikasi Produksi alat Kesehatan Nomor 27BZ1141 tertanggal 1 September 2000 dan pengesahan No 21500BZZ00061000 sebagaimana diakui pengguggat bukanlah Sertifikat bukti kepemilikan merek yang seharusnya dikeluarkan Kantor Paten Jepang, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang.

Artikel ini ditulis oleh: