Suasana sidang gugatan perdata Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta Djan Faridz kepada Presiden Jokowi, Menkopolhukam Luhut B Pandjaitan dan Menkumham Yassona Laoly terkait tidak dilaksanakannya putusan MA mengenai konflik PPP oleh pemerintah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (29/3). Hakim memutuskan untuk menunda sidang akibat ketidak hadiran kuasa hukum dari Menkopolhukam dan tidak adanya surat kuasa dari Menkumham kepada kuasa hukumnya. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – PT Aryaputra Teguharta (APT) telah mengajukan dua gugatan perdata terkait uang paksa (dwangsom) dan tidak dibayarkannya total dividen lebih dari Rp1,3 triliun oleh PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).

Sebagai tindak lanjut dari upaya melindungi hak dan kepentingannya atas 32,32 persen saham BFIN yang dimiliki APT selaku lawful owner berdasarkan Putusan PK MA No. 240/2006, APT kembali mengajukan gugatan terkait transaksi ilegal dan pembeli beritikad buruk.

Gugatan tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Oktober 2018 lalu. Dalam gugatannya, APT meminta pertanggungjawaban hukum terhadap tindakan akuisisi yang menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh saham milik APT yang dilakukan oleh salah satu Indonesian tycoon, Garibaldi Thohir (Boy Thohir).

Kejadian itu terjadi pada 2011 lalu yang bertindak selaku pemimpin Trinugraha Capital & Co SCA (konsorsium bentukan TPG Capital dan Northstar Group Pte Ltd).

Pheo Hutabarat, dari HHR Lawyers kuasa hukum APT mengatakan, konsorsium Trinugraha Capital sudah seharusnya mengetahui adanya sengketa kepemilikan saham di dalam BFIN. Padahal, saat transaksi terjadi sudah jelas secara hukum APT sebagai pemilik sah atas 32,32 persen saham BFIN.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara