Pasal 20 menjelaskan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya (ayat 1).
Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (ayat 7).
Dalam pasal 2, 3, 5 ayat (1), 6 ayat (1) dan pasal lain juga menetapkan subjek hukum adalah “setiap orang” dan definisi setiap orang berdasarkan pasal 1 ayat (3) UU yang sama adalah adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
“Jadi Perma tersebut adalah semacam hukum acara jika penegak hukum akan memproses korporasi.”
Namun Febri tidak menjelaskan korporasi apa yang paling mungkin dijerat pasca penerbitan Perma tersebut. “Sepanjang KPK bisa membuktikan bahwa perbuatan pidana itu bukan perbuatan seseorang saja tapi perbuatan korporasi, namun hal ini memang akan rumit penangannya.”
Salah satu kasus yang melibatkan banyak korporasi dan kerugian negara yang besar adalah korupsi yang dilakukan oleh Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaffar, yang menerbitkan rekomendasi untuk mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam kepada 15 perusahaan, sehingga Azmun mendapat keuntungan Rp19,832 miliar dan mengakibatkan kerugian negara hingga Rp1,209 triliun yang berasal dari nilai hasil hutan yang diperoleh secara melawan hukum.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu