Yogyakarta, Aktual.com – Pasca insiden di Asrama Mahasiswa Papua beberapa hari lalu, sentimen anti Papua kian merebak di sejumlah kalangan masyarakat Yogyakarta termasuk di media sosial, teriakkan kebencian berbau rasisme bahkan terlontar dari ormas yang lakukan aksi tandingan persis di depan lokasi asrama Jumat kemarin.

“Stigma negatif (rasisme) sebenarnya sudah cukup lama melekat pada saudara-saudara kita ini dan itu cukup tinggi. Selain (insiden) kemarin, selama ini mereka mengeluh bahwa mereka kesulitan mendapat tempat tinggal (kosan) karena warga tidak mau menerima anak Papua, miris sekali,” ungkap Direktur LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin, Selasa (19/7).

Hal itu terjadi menurutnya lantaran adanya opini yang dibangun sejumlah pihak dimana memposisikan mahasiswa Papua sebagai orang yang anarkis, tidak bisa beradaptasi dengan kondisi budaya dan sosial masyarakat Yogyakarta.

Yang patut diketahui, ujar Hamzal, mahasiswa Papua selama ini justru turut melakukan advokasi bersama Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta atas kasus-kasus yang kini tengah dihadapi warga Yogya itu sendiri, seperti krisis air akibat pembangunan hotel, sejumlah kasus pertanahan dan lainnya.

Mereka ikut bersolidaritas, menghadiri berbagai konsolidasi dan pertemuan dalam memecahkan berbagai persoalan warga. Tindakan serupa yang malah menurut Hamzal tidak pernah dilakukan oleh ormas-ormas yang mengatasnamakan masyarakat Yogya dimana pada insiden Jumat kemarin turut lakukan pengepungan Asrama bersama aparat Kepolisian.

“Kontribusi dan kepedulian terhadap masyarakat sesungguhnya telah ditunjukkan, terlepas dari satu dua orang yang lakukan pelanggaran ketertiban maupun kriminalitas, tentu hal itu tidak bisa menggeneralisir semuanya,” kata Hamzal.

Aris Yeimo, Presiden Mahasiswa Papua DIY, berujar bahwa ketika negara tidak memberikan perhatian terhadap warga maka mereka tentu akan mendukung warga itu untuk menyuarakan keresahannya dimanapun hal tersebut terjadi, termasuk di Yogyakarta.

“Ketidakadilan seperti itu sama dengan apa yang dialami rakyat di Papua sana. Mulai kasus di Kulonprogo, Wonosari, kami bersama-sama warga bertindak, ketika kaum buruh dan tani melakukan aksi kami pun ikut turun,” kata Aris.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Arbie Marwan