Denpasar, Aktual.com – Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali mengungkapkan, sebanyak 253 anak di Bali berhadapan dengan hukum sepanjang tahun 2017, baik sebagai korban maupun pelaku tindak pidana kejahatan.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 116 anak sebagai korban kejahatan, 42 orang diantaranya menjadi korban kekerasan seksual. Adapun anak yang menjadi pelaku kejahatan sebanyak 137 orang. Mereka dominan sebagai pelaku pencurian sekira 68 anak, dan terlibat geng motor sekira 32 anak.

Komisioner KPPAD Provinsi Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, data anak yang menjadi korban dan pelaku kejahatan itu diperoleh dari hasil pemantauan di media massa. “Hingga Desember 2017 ini, kasus anak yang berhadapan dengan hukum baik sebagai korban maupun pelaku secara keseluruhan berjumlah 253 kasus yang terdiri dari 137 atau 54 persen anak sebagai pelaku tindak pidana, dan 116 atau 46 persen anak sebagai korban tindak kejahatan. “Yang menjadi korban kekerasan seksual sebanyak 42 anak,” jelas Yastini di Denpasar, Sabtu (23/12).

Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali ini secara khusus menyoroti pengungkapan 10 kasus pembuangan bayi, yang hingga saat ini tidak jelas tindak lanjutnya. “Karena tidak ada satu pun kasus itu bisa diungkap oleh pihak kepolisian. Kasus pembuangan bayi ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi kepolisian dan seluruh pemangku kepentingan,” kata Yastini. Ia berharap pada tahun 2018, pihak kepolisian bisa mengungkap kasus pembuangan bayi ini. “Sehingga bisa diketahui akar persoalan dan ditemukan solusi yang komprehensif dalam upaya perlindungan anak,” ujarnya.

Salah satu fokus kerja KPPAD Bali pada tahun 2017 adalah meminimalisir anak terlibat kejahatan di jalanan. Pihaknya pun telah mendorong adanya kebijakan yang bisa mensinergikan berbagai unsur untuk meminimalisir anak terlibat kejahatan di jalanan. “Dan pada bulan Oktober 2017 sudah dikeluarkan Surat Edaran Gubernur tentang Gerakan Pengawasan Intensif Aktivitas Anak Jalanan dan Anak di Jalanan,” katanya.

Hal lain yang juga patut diapresiasi pada tahun 2017 adalah adanya upaya perlindungan anak dari sisi adat. “Yang mana dalam hasil Pesamuhan Agung Majelis Desa Pekraman ini perlindungan anak yang berkaitan dengan anak yang berhadapan dengan hukum, anak korban eksploitasi ekonomi, pendidikan anak dan usia perkawinan anak menjadi hal yang juga disepakati,” jelas Yastini.

Ia pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberi perlindungan terhadap anak dari tindak pidana kejahatan. “Mulai dariorang tua, keluaga, pihak sekolah, dan warga masyarakat di lingkungan anak itu berada. Dan tentunya aparat kepolisian juga harus serius mengungkap kasus-kasus di mana anak menjadi korban tindak pidana kejahatan,” pungkas Yastini.

Laporan Bobby Andalan, Bali

Artikel ini ditulis oleh: