Jakarta, Aktual.co — Dipenghujung tahun 2014 tepatnya pada 31 Desember 2014, Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan menurunkan harganya menjadi Rp7.600 per liter dari sebelumnya sebesar Rp8.500 per liter. Dengan begitu, maka Pemerintah telah melepas harga Premium kepada pasar minyak dunia dan akan dibiarkan berfluktuatif seperti halnya harga Pertamax.
Menanggapi hal itu, Himpunan Wiraswastawan Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) menyebut bahwa kebijakan tersebut justru akan mengalami ketidakpastian biaya transportasi.
“Jadi, kalau dilepas ke pasar tentu pengusaha kecil akan mengalami kebingungan. Setiap bulan harga premium akan berubah karena setiap bulan harga minyak dunia berubah,” kata Ketua II DPP Hiswana Migas M Ismeth kepada wartawan, Jakarta, Jumat (2/1).
Menurutnya, hal itu akan menyebabkan biaya transportasi yang akan dikeluarkan pengusaha harus selalu dievaluasi. Contohnya, pengusaha kecil yang barangnya diangkut menggunakan kendaraan pribadi yang menggunakan premium, ongkos transport akan berubah. Tentu setiap bulan harus evaluasi ongkos angkutnya, sehingga menimbulkan ketidakpastian.
“Untuk sekarang bagus harga minyak dunia sedang turun. Kalau naik yang dirugikan masyarakat. Pengusaha sulit menurunkan harga tetapi jika harga minyak dunia naik harga barang ikut naik. Masyarakat yang dirugikan,” tukasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
















