Jakarta, Aktual.co — Peneliti Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak peduli dengan efek berantai yang bakal timbul akibat penaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp18.000 per tabung atau Rp1.500 per kg mulai 2 Januari 2015. Pertamina menaikkan elpiji 12 Kg merupakan siasat untuk “memeras” kalangan pengguna elpiji menengah atas.

“Ini siasat pemerintah untuk ‘memeras’ kelas menengah ke atas dengan cara menaikkan harga elpiji. Pemerintah tahu, menaikan harga elpiji 12 kg, masyarakat kelas menengah ke atas, tidak akan melakukan apa apa alias pasrah saja,” ujar Uchok Sky Khadafi kepada Aktual, di Jakarta, Senin (5/1).

Menurutnya, Pemerintah Jokowi tidak peduli dengan efek berantai kenaikan elpiji. Pasalnya, kenaikan elpiji 12 Kg akan berdampak pada kenaikan harga-harga lain.

“Kenaikan elpiji 12Kg akan menyulitkan pengusaha yang tidak punya duit atau penghasilan pas-pasan alias miskin secara ekonomi, seperti warung makan, warung tegal,” tegasnya.

Kenaikan elpiji menurutnya tidak perlu terjadi bila jual beli gas atau elpiji tidak berpatok pada harga pasar internasional. Permainan mafia gas masih sangat tinggi sehingga harga dengan mudah dipermainkan kelompok tertentu. Dengan menyerahkan ke harga pasar, pemerintah terkesan lepas tangan dan perlahan-lahan mencekik warganya sendiri.

“Jual beli gas atau elpiji ini masih dikuasai mafia sehingga harga sangat tinggi. Pemerintah pun terkesan membiarkan para mafia mengusainya bisnis ini. Kenaikan elpiji sangat menguntungkan sekali dengan menyerahkan ke harga pasar,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka