Jakarta, Aktual.co — Woww! saya terkejut ketika mendatangi kawasan pegunungan Fansipan di Sapa, Vietnam utara. Bukan hanya pemandangan dan keunikan suku Hmong yang menjadi daya tarik kamera saya. Dari sekian banyaknya tumbuhan yang hidup di alam Fansipan, terdapat tanaman liar yang biasa disebut Cannabis, Mariyuana, atau ganja bagi masyarakat Indonesia, tumbuh bebas.
Uniknya, tidak seperti di daerah atau negara lain yang menggunakan Cannabis untuk obat kesenangan sementara. Disini, di daerah Sapa, suku Hmong menggunakan serat akar tumbuhan Cannabis untuk berbagai keperluan rumah tangga dan kehidupan, bukan dalam kata arti yang negatif, selain untuk penggunaan medikal, serat akar tumbuhan tersebut digunakan sebagai bahan campuran untuk olahan benang. Benang-benang tersebut yang nantinya akan ditenun atau bahan sulaman menjadi pakaian-pakaian dan atribut mereka hingga kerajinan tangan.
Tanaman Khaam Hohm atau yang lebih dikenal dengan Indigo Strobilanthes, menjadi tanaman utama tiap keluarga di desa ini. Pasalnya tanaman ini menjadi salah satu bahan dasar pembuatan material pakaian, yang biasa juga dicampur dengan serat tanaman lainnya, termasuk serat akar Cannabis. Masa panen tanaman ini bisa selama 3 bulan tergantung cuaca, paling tidak sekitar bulan Maret, April dan Mei. Dari proses dasar pemilihan serat akar, pencelupan, hingga pewarnaan semua menggunakan cara tradisional, termasuk menunggu sinar matahari yang jarang datang menyapa area ini.
Hmong sendiri dikenal sebagai suku pegunungan yang sangat lihai bercocok tanam, tidak hanya terdapat di Sapa-Vietnam, di Laos-Kamboja juga daerah perbukitan di Thailand, mereka melangsungkan hidup. Asal-muasal suku dengan kepercayaan animisme ini memang tak dapat dirincikan, tetapi Tiongkok kuno tercatat sebagai bukti awal keberadaan mereka disekitar 2700 SM. Mesopotamia pun disebut-sebut sebagai asal muasal mereka, setidaknya itu yang dikutip dari legenda rakyatnya. Konon mereka bermigrasi melalui Rusia, Mongolia, dan akhirnya ke daratan Tiongkok.
Namun meski keberadaan mereka telah tersebar ke berbagai negara tetangganya, Hmong tetap setia pada adat budayanya, terbukti mereka mempertahankan bakat seni mereka sebagai penghuni alam rimba. Selain bertani dan berternak, mereka memiliki bakat yang sangat artistik. Menyulam, menenun, hingga merajut benang-benang menjadi suatu kerajinan tangan.
Hebatnya lagi, untuk menentukan karakter corak pada karya-karyanya, mereka menggunakan simbol-simbol kosmologis dan kepercayaan animismenya, mereka juga mengalirkan semangat perjalanan hidup mereka pada sulaman atau tenunan tersebut. Kegigihan mereka memperjuangkan hidup dibeberapa spot pengungsian di Laos-Kamboja dan Thailand juga dapat anda nikmati melalui corak sulaman mereka.
Sayangnya, hasil tenun dengan bahan dasar Cannabis tersebut jarang yang bisa dibawa keluar desa mereka atau dibawa para wisatawan sebagai oleh-oleh ketika kembali ke negaranya. Namun hasil tenunan dengan bahan dasar akar tanaman lainnya pun tak kalah uniknya untuk dijadikan souvenir.
Pada bisnis online masa kini pun banyak online-online shoping yang menjual hasil ekspor dari suku Hmong tersebut, berupa tas etnik Hmong yang sering dikenal dengan sebutan Paj Ntaub atau tas Bunga, baju tradisional mereka, hingga gelang atau kalung hasil tenunan atau rajutan.
Sebagian besar desain motif sulam Hmong menggambarkan alam atau binatang seperti pola bunga dan serangga, serta lebih cenderung menggunakan warna –warna cerah seperti kuning, merah, biru, hijau atau orange. (Laporan: SISI/Aktual.co)
Artikel ini ditulis oleh:

















