Jakarta, Aktual.com — Ratusan pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyambangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Selasa (22/9).
Kedatangan mereka untuk melaporkan dugaan korupsi perpanjangan konsesi JICT oleh Pelindo II kepada Hutchison Port Holdings (HPH).
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Serikat Pekerja JICT, Nova Sofyan mengatakan, dalam surat Dewan Komisaris Pelindo II nomor 68/DK/PI.II/III-2015 tanggal 23 Maret 2015 dinyatakan bahwa harga JICT setara dengan USD854 juta.
“Jadi dengan uang penjualan Hutchison USD215 juta maka sahamnya hanya 25 persen bukan 49 persen seperti yang diusulkan Dirut Pelindo II RJ Lino lewat konsultannya Deutsch Bank selama ini,” kata Nova di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9).
Menurutnya, perhitungan tersebut jika dipaksakan saham Hutchison 49 persen maka ada kerugian negara sebesar USD212 juta (atau hampir Rp3 Triliun).
“Wacana penjualan JICT sudah dimulai Lino sejak jauh-jauh hari atau tepatnya tanggal 27 Juli 2012 oleh Lino melalui surat HK.566/14/2/PI.II -12 kepada CEO Hutchison. Hal ini janggal mengingat kontrak baru akan berakhir tujuh tahun mendatang atau 2019,” sambungnya.
Lebih jauh, kata ia, Lino juga melanggar GCG dengan berbohong soal tender terbuka. Iklan perpanjangan konsesi JICT tanggal 8-9 Agustus 2014 di beberapa media nasional seperti Kompas, Bisnis Indonesia dan lain-lain menginformasikan, bahwa perpanjangan konsesi JICT tidak ditender.
“Selain itu ada bukti yang menunjukkan bahwa RJ Lino terima gratifikasi suvenir senilai Rp50 juta dari Managing Director Hutchison Canning Fok tepat setelah final meeting perpanjangan konsesi JICT di Hong Kong pada 25 Juni 2015. Hal ini betul-betul kontradiktif dengan iklan anti gratifikasi Lino di media,” jelasnya menambahkan.
Selain itu, JICT juga dijual sangat murah (atau senilai USD 215 juta). Lanjutnya, yang anehnya lagi nilai ini lebih rendah dari pertama privatisasi tahun 1999 (USD 243 juta) dan jumlahnya setara dengan keuntungan JICT dalam dua tahun. Ada potensi pendapatan JICT senilai Rp35 triliun yang hilang saat JICT dijual oleh Lino.
“Alibi Lino soal soal market yang akan dibawa pergi HPH merupakan pembodohan publik. Kita semua tahu bahwa volume petikemas ekspor impor ditentukan oleh perdagangan internasional antara Indonesia dengan negara lain, bukan operator asing seperti Hutchison. Hal ini semakin menegaskan bahwa RJ Lino sengaja ingin membodohi rakyat Indonesia,” urainya menutup pembicaraan.
Artikel ini ditulis oleh: