Suasana bongkar muat kapal OOCL Australia di pelabuhan​​ Terminal Petikemas (TPK) Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (24/10). Manajemen TPK Koja bertekad untuk meningkatkan produktivitas guna memastikan kegiataan arus barang berjalan dengan lancar di Pelabuhan Tanjung Priok. Hal itu dibuktikan dengan pencapaian kinerja bongkar muat di dermaga utara yang sekarang sudah menunjukkan Box Crane per Hour (BCH) begitu juga dengan Vessel Operating Rate (VOR) terus meningkat, seiring dengan penataan lapangan sehingga proses bongkar muat menjadi lebih efisien dan tentunya berdampak pada percepatan bongkar muat petikemas. AKTUAL/Humas TPK Koja

Jakarta, Aktual.com – Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SPJICT) mempertanyakan rencana peralihan operator alat bongkar muat jenis RTGC (Rubber Tyred Gantry Crane) atau yard gantry crane di JICT kepada PT. Multi Tally Indonesia (MTI). PT MTI ditunjuk sebagai vendor baru operator RTGC yang akan beroperasi di JICT mulai 1 Januari 2018.

Padahal menurut mereka, MTI tidak memiliki pengalaman dalam bidang operator RTGC. Hal ini mengakibatkan MTI tidak memiliki sumber daya operator RTGC.

“Vendor baru, PT Multi Tally Indonesia (MTI) ditunjuk namun tidak punya SDM dan tidak ada pengalaman menyediakan operator RTGC,” ujar Ketua Umum SPJICT, Nova Sofyan Hakim melalui siaran pers, Senin (11/12).

Oleh sebab itu dari pantau mereka, MTI berusaha memenuhi kuota operator RTGC dengan cara tergesa-gesa. Hal ini mengakibatkan SDM menjadi tidak berkualitas.

“Saat ini semua operator rekrutan baru berusaha dilatih dalam tempo 2 minggu sampai akhir Desember 2017,” kata dia.

Ia mengkhawatirkan akibat tindakan gegabah ini akan mengakibatkan JICT akan terganggu dalam hal produktivitas, kondusivitas, keamanan dan keselamatan kerja

“Jika operator RTGC yang tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan dipaksakan bekerja, hal ini akan berpotensi terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal,” kata dia.

Selain itu, akibat sosial yang ditimbulkan dari kebijakan ini ialah terancamnya 400 pekerja outsourcing eksisting.
Padahal menurut dia, ratusan pekerja ini telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produktivitas JICT.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby