Jakarta, Aktual.com – Sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3), PT Pertamina dan PT PLN termasuk dalam penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak serta dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Oleh sebab itu, serikat pekerja (SP) Pertamina dan PLN meminta agar Presiden Joko Widodo membuka ruang diskusi terkait rencana pemerintah untuk melakukan pembentukan holding dan subholding PT Pertamina dan PT PLN.
“Kami menolak restrukturisasi BUMN melalui mekanisme pembentukan Holding-Subholding PT Pertamina dan PT. PLN serta Initial Public Offering (IPO) terhadap Anak-Anak Perusahannnya yang merupakan bentuk lain Privatisasi Aset Negara. Kami meminta kepada Presiden, Bapak Joko Widodo untuk membatalkan rencana Holding-Subholding serta IPO terhadap Anak-Anak Perusahannnya,” kata Ketua Umum Serikat Pekerja PLN, M Abrar Ali dalam press conference secara virtual di Jakarta, Senin (16/8).
SP PLN dan Pertamina mendukung pengelolaan asset vital dan strategis bangsa tetap dikelola dan tetap 100 persen milik Negara yang terintegrasi dari hulu hingga hilir sesuai konsep Penguasaan Negara UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3). Pihaknya juga akan terus melakukan langkah-langkah konstitusional yang diperlukan sampai rencana privatisasi berkedok program Holding-Subholding (HSH) PT. Pertamina dan PT. PLN serta IPO terhadap terhadap Anak-Anak Perusahannnya dibatalkan Presiden Republik Indonesia.
“Rencana privatisasi berkedok program Holding-Subholding serta IPO terhadap Anak-Anak Perusahann akan menyebabkan potensi kenaikan harga BBM, Gas dan Tarif Listrik,” tegasnya.
Dirinya mengibaratkan layaknya Rumah Makan Padang. Ketika terjadi privatisasi, maka rumah makan Padang hanya akan menjual makanan dan minuman dari luar. Rumah makan tersebut, tidak lagi meracik dan memasak masakan sendiri. “PLN sudah melaksanakan hal kompleks energi primer mulai dari gas, batubara, air dan panas bumi sehingga muncul tarif dasar lisrik yang terjangkau. Kalau terjadi privatisasi maka akan muncul cost karena tiap perusahaan ingin mendapatkan keuntungan,” jelasnya.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Ari Gumilar mengungkapkan PT Pertamina menurut peraturan perundang-undangan (PP No. 31 Tahun 2003) mempunyai maksud untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. PT. PLN (Persero) menurut peraturan perundang-undangan (PP No. 23 Tahun 1994) mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang memadai dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
“Privatisasi melalui mekanisme pembentukan Holding-Subholding dan IPO terhadap Anak-Anak Perusahaannya memiliki potensi pelanggaran Konstitusi yaitu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3) serta UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN pasal 77,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka