Jakarta, Aktual.com — Kinerja Direktur Pelindo II RJ Lino yang dinilai buruk menjadi sorotan tidak hanya kalangan pemerintah dan parlemen, tapi juga Serikat Pekerja Pelindo (SPPI) II.
Sorotan SPPI II tersebut selain tentang konsesi JICT, juga terkait investasi alat tanpa kajian yang bernilai triliunan rupiah dan proyek Kalibaru yang awalnya akan selesai tahun 2014, namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda pelabuhan tersebut akan beroperasi.
“SPPI II sudah melakukan kajian mendalam perpanjangan konsesi JICT-Koja dan hasilnya jauh lebih untung dikelola sendiri oleh Pelindo II. SPPI II juga menyesalkan arogansi Lino yang sudah tanda tangan amandemen tahun 2014 lantas minta persetujuan Menteri BUMN tahun 2015,” ungkap Ketua SPPI II Kirnoto, selasa (4/8).
Kirnoto menjelaskan lebih jauh mengenai investasi alat bongkar muat yang digadang akan menekan biaya logistik namun yang terjadi sebaliknya. Tarif alat naik dengan alasan mempercepat return investasi dan membebani pengusaha.
“Alat-alat triliunan rupiah ini utilitasnya juga rendah karena minim kajian pengadaan alat di masing-masing cabang. Sifatnya cenderung dropping. Belum lagi kualitas alat yang rendah karena dibeli perusahaan tidak ternama di China,” kata Kirnoto.
Selain itu, belum adanya tanda-tanda akan beroperasi soal pembangunan Kalibaru.
“Janji Lino 2014 operasi namun belum ada sinyal akan jalan. Jauh dibandingkan Teluk Lamong Surabaya. Tanpa banyak pemberitaan dan manuver, Pelabuhan selesai dibangun dan sudah operasi,” ungkap Kirnoto.
menurut dia, selama 6 tahun Dirut Pelindo II dijabat Lino, sudah 4 kali terjadi gangguan besar di Pelabuhan Priok. Gangguan tersebut yakni Kasus Makam Mbah Priok (2010), Pemogokan karyawan Koja (2010). Mogok Pelindo II (2013) dan Aksi Solidaritas Stop Operasi JICT (2015).
“Kami minta Menteri BUMN dan presiden evaluasi Lino. Jangan sampai ada legacy buruk kepada Negara usai dia menjabat,” ungkap Kirnoto.
Artikel ini ditulis oleh: