Jakarta, Aktual.com – Ketua Departemen Luar Negeri Badan Pelaksana Pusat (BPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Zainal Arifin Fuad menegaskan, kedaulatan pangan mustahil tercapai, bila pemerintah Indonesia atau negara mana pun menjadi anggota WTO.

Oleh karena itu, Zainal mengingatkan, sudah sangat mendesak bagi pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali, bahkan menolak segala bentuk perjanjian perdagangan bebas, yang justru menghambat kepentingan nasional dalam mencapai kedaulatan pangan.

“Indonesia harus keluar dari mekanisme WTO, hentikan WTO. Petani kecil butuh perlindungan, insentif dan pasar yang adil untuk kehidupan mereka. Hal ini tidak dimungkinkan dalam WTO, bahkan perjanjian perdagangan bebas lain,” katanya.

Menurutnya, hal yang sama juga terjadi pada perjanjian perdagangan bebas lainnya seperti FTA (Free Trade Agreement), EPA (Economic Partnership Agreement), CEPA (Comprehensip Economic Partnernership Agreement), Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mensyaratkan adanya pasar tunggal ASEAN, hingga RCEP (Regional Comprehensip Partnership Agreement).

Zainal menggarisbawahi setidaknya ada lima alasan mengapa Indonesia harus menolak WTO. Pertama, selama 21 tahun WTO berdiri, ia telah gagal memenuhi tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara anggotanya. Kedua, perundingan WTO tidak demokratis. Ketiga, WTO mengancam hak atas pangan.

“Keempat, WTO dan FTA, mengancam sektor pertanian; sehingga WTO justru sebenarnya yang menghambat pembangunan, itu poin kelima,” imbuhnya.

Dari pada dikerjain WTO, jelas Zainal, akan lebih baik jika pemerintah menggiatkan kerjasama organisasi tani yang ada di Indonesia dengan organisasi serupa di negara lain. Menurutnya, jika didukung oleh masing-masing pemerintahnya dalam hal oendidikan, pelatihan dan transfer teknologi, bukan tidak mungkin kerja sama ini akan membuahkan hasil yang lebih nyata ketimbang WTO.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby