Jakarta, Aktual.com – Upaya pemerintah menciptakan pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur masih saja terhambat oleh praktek-praktek pungli.
Untuk itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan keseriusannya memberantas praktek pungli itu dengan mengajak semua pihak, mulai dari kepolisian, TNI, Kementerian, Lembaga serta semua masyarakat.
“Pak Menko Polhukam sangat serius dan konsen dalam memberantas pungli. Ini tidak mudah karena kita harus melakukan evaluasi, di antaranya sinergitas dengan semua stakeholder, seperti kepolisian, kementerian, lembaga, TNI, dan masyarakat Indonesia. Sinergitas itu harus kuat dan ada semangat,” ujar Sekretaris 1 Kemenko Polhukam Letjen TNI Agus Surya Bakti, dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (10/12).
Diakuinya, kegiatan Satgas di masing-masing UPP di K/L, Provinsi, dan Kabupaten/Kota belum optimal. Karena, pertama terkait anggaran. Untuk Satgas Pusat di 2017 sebanyak Rp 30.572.334.000,00, namun menurun menjadi Rp 9.700.483.000,00 di 2018 ini.
“Penurunan anggaran ini disertai dengan penurunan jumlah personel dari Satgas Saber Pugli, dimana pada 2016 ada sebanyak 228 anggota, dan di 2017 sebanyak 247 anggota, sedangkan tahun ini hanya 99 anggota,” kata Sesmenko Agus.
Kedua, unit pemberantas pungli di K/L, dari 84 K/L baru terbentuk 41 UPP. Ketiga, UPP di daerah, terbatasnya dukungan anggaran dari Pemda. Bahkan, di Provinsi Riau dan Papua, Pemda belum menganggarkan.
Keempat, adanya tumpang tindih tugas dan personel pada kegiatan saber pungli dan kegiatan rutin di instansi masing-masing. Kelima, adanya anggapan Satgas Saber Pungli domain polisi, sehingga instansi lain kurang proaktif dalam kegiatan itu.
Keenam, personel UPP K/L dan Daerah tidak mau atau segan untuk melakukan tindakan atau operasi tangkap tangan terhadap aparat yang melakukan pungli di satuan kerjanya. Ketujuh, kegiatan dan hasil operasi Satgas kurang diketahui masyarakat.
“Terkait penegakan hukum, ditemukan kendala dalam penentuan jenis pidana, apakah tindakan pidana umum atau korupsi. Apabila kasus pungli dikenakan pasal tindak pidana korupsi, seringkali barang bukti yang diamankan besarannya tidak sebanding dengan biaya penanganan perkara yang dilaksanakan di Provinsi,” kata Sesmenko Agus.
Terakhir, ada kecenderungan resistensi dari aparatur pemerintah di kesatuan masing-masing terhadap Satgas Saber Pungli. Padahal tugasnya diamanatkan di Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, khususnya ketika melaksanakan Operasi Tangkap Tangan.
Menko Polhukam, lanjut dia, selaku penanggung jawab tentunya akan mengkomunikasikan dengan berbagai stakeholder, agar kendala-kendala yang ditemui Satgas Saber Pungli, baik di tingkat pusat maupun daerah dapat diminimalisir dan dihilangkan, serta dapat mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 secara baik dan benar.
Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoko menambahkan, saat ini Satgas mengalami banyak kendala, seperti anggaran dan personil. Namun, Satgas tetap menjalankan tugas dengan baik.
“Untuk tahun 2018, jumlah laporan yang diterima sudah 2 ribu sekian. Namun demikian sekarang pelaku pungli sudah tidak berani lagi, sudah jera, karena begitu tertangkap mereka langsung dihukum, dan ini mudah-mudah ke depan sudah berkurang,” kata Widiyanto.
Widiyanto mengatakan, sejak dirinya diangkat menjadi Sekretaris Satgas, tim membuat laporan responsif dan langsung ditindaklanjuti. Laporan yang paling banyak di sektor pelayanan publik di Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian ATR/BPN.
Dia menambahkan, untuk daerah saat ini sudah ada sekitar 540 UPP sehingga jika ada target operasi di daerah maka mereka bisa berkoordinasi dengan pusat untuk melakukan operasi.
Rakernas Satgas Saber Pungli sendiri digelar di Bogor, Jawa Barat dan dihadiri oleh lebih dari 100 anggota Satgas yang ada di semua UPP Provinsi. Kemudian hadir juga para pejabat eselon I dari Kemenko Polhukam, serta perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait.
Artikel ini ditulis oleh: