Aktivis dari Aliansi Pelangi menggelar aksi peringatan tujuh hari tewasnya Salim Kancil di Kota Blitar, Jawa Timur, Sabtu (3/10). Aksi solidaritas terhadap kematian aktivis lingkungan Salim Kancil yang bertajuk "Pitung Dinoan Wafatnya Syuhada Lingkungan" tersebut bertujuan meminta pemerintah lebih serius dalam menangani kasus pertambangan di Indonesia, serta menuntut polisi untuk menuntaskan penyidikan kasus pembunuhan Salim Kancil.ANTARA FOTO/Irfan Anshori/foc/15.

Jakarta, Aktual.com – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengenang tepat satu tahun insiden tragis menimpa Salim Kancil. Sorang petani yang tegas menolak tambang dan menjadi satu dari sekian banyak rangkaian peristiwa kelam dalam kaitan dengan investasi pertambangan di negeri ini.

Kepala Kampanye JATAM, Melky Nahar menuturkan Salim Kancil patut dijadikan contoh faktual, bagaimana rakyat selalu menjadi tumbal ditengah upaya akumulasi kapital dari para pemburu rente.

“Keteguhan dan konsistensi Salim Kancil dalam menolak ruang hidupnya dihancurkan oleh tambang, berbuntut kehilangan nyawa akibat dianiaya kemudian dibunuh oleh sekelompok preman, suruhan Kepala Desa Selok Awar-Awar pada 26 September 2015 lalu,” kata Melky dalam keterangan tertulis, Senin (26/9).

Menurutnya, kasus penganiayaan dan pembunuhan berencana ini, sesungguhnya hanya satu dari sekian banyak kisah serupa di Negeri ini, dimana rakyat selalu menjadi tumbal dari apa yang disebut sebagai pembangunan. Pemerintah, dengan logikanya sendiri seringkali mengklaim bahwa pembangunan sebagai suatu proses yang membuat hidup menjadi baik bagi semua orang di semua tempat.

Nyatanya, di tempat tertentu, pembangunan malah menjadi ancaman bagi keberlanjutan hidup bersama, alam, dan budaya mereka. Tanah sebagai unsur fundamental kehidupan rakyat pun menjadi hilang akibat gempuran industri ekstraktif.

Bertepatan dengan Satu Tahun Kematian Salim Kancil pada 26 September lalu, JATAM menyatakan lima sikap berikut.

1. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya jauh dari rasa keadilan, hal ini tampak jelas pada vonis majelis hakim yang memberikan dakwaan atau putusan lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut penjara seumur hidup.

2. Proses persidangan belum menyentuh persoalan substantif. Proses persidangan kasus Salim Kancil masih sebatas pada perbuatan pidana pembunuhan. Sementara persoalan tindakan pidana pencucian uang terkait pihak-pihak penerima manfaat, para pejabat – broker dan pembeli pasir illegal samasekali tidak diangkat pada persidangan.

3. Pejabat Negara menjadi Mafia Pertambangan. Proses persidangan penganiayaan dan pembunuhan berencana Salim Kancil, sekali lagi, menunjukkan dengan jelas bagaimana Negara yang diwakili pihak Kepolisian menjadi bagian dari mafia pertambangan di Negeri ini.

Dalam kaitan dengan Kasus Salim Kancil, tiga orang tersangka dari Kepolisian tersebut hanya dijatuhi vonis mutasi demosi (pemindahan anggota dari satu jabatan ke jabatan lain yang tingkatannya lebih rendah) dan kurungan 21 hari, atas tuduhan menerima Gratifikasi dari penambangan pasir illegal Lumajang.

4. Salim Kancil sebagai Peringatan. Saatnya negara bertanggungjawab untuk melindungi dan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, bukan menjadi ‘alat’ para kapitalis yang melegitimasi aksi predator dan penipuan yang dijalankannya.

5. JATAM menyerukan solidaritas tuk Lawan mafia pertambangan sebagai salah satu bentuk solidaritas terhadap Salim Kancil dan upaya perlawanan terhadap ekspansi pertambangan di negeri ini.

(Laporan: Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka