Jakarta, Aktual.com – Indonesia mencatat surplus neraca transaksi berjalan sebesar 1 miliar dolar AS pada kuartal III 2020 atau pertama kalinya setelah sembilan tahun menderita defisit dalam lalu lintas pembayaran mancanegara yang mempengaruhi kecukupan devisa.

Berdasarkan penelurusan Antara terhadap laporan resmi Statistik Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di Jakarta, Jumat, Indonesia terakhir kali memperoleh surplus transaksi berjalan pada kuartal III-2011 sebesar 468 juta dolar AS.

Periode 2011 adalah ketika Indonesia sangat menikmati kenaikan nilai ekspor menyusul tren peningkatan harga komoditas (commodity boom) di pasar global, yang dalam beberapa tahun setelahnya, berbalik menjadi bumerang bagi Tanah Air ketika harga komoditas anjlok.

Setelah kuartal III-2011 atau di kuartal IV-2011 neraca transaksi berjalan di Tanah Air merosot hingga mencatat defisit 944 juta dolar AS.

Meski demikian secara kumulatif pada 2011 Indonesia mencatatkan surplus transaksi berjalan hingga 2,07 miliar dolar AS. Hal itu menjadi pencapaian positif dari indikator makro-ekonomi yang tidak pernah terulang lagi selama sembilan tahun berikutnya hingga kuartal III-2020.

Masalah defisit transaksi berjalan atau current account deficit/CAD sering kali dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan. Presiden mendorong berbagai cara untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan, salah satunya dengan akselerasi industri pengolahan untuk memproduksi barang bernilai tambah agar nilai ekspor dapat meningkat.

Masalah CAD menjadi salah satu indikator ketahanan eksternal ekonomi RI. Hal itu karena di dalam CAD terdapat sejumlah komponen pembayaran Indonesia dengan negara lain, yakni Neraca Jasa, Neraca Barang, Neraca Pendapatan Primer dan Sekunder. Dengan begitu CAD menjadi cerminan arus lalu lintas devisa secara fundamental, yang juga mempengaruhi kemampuan Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Berdasarkan keterangan resmi Bank Indonesia, Jumat (20/11) ini, surplus neraca transaksi pembayaran RI di kuartal III-2020 ditopang oleh peningkatan surplus neraca barang seiring dengan perbaikan kinerja ekspor di tengah masih tertahannya kegiatan impor.

“Surplus sebesar 1,0 miliar dolar AS atau 0,4 persen PDB dari ditopang oleh surplus neraca barang,” tulis BI pada Jumat ini.

Namun tertahannya laju impor yang menguntungkan CAD juga diakui Bank Sentral karena permintaan domestik yang belum kuat.

Dalam Neraca Transaksi Berjalan terdapat sejumlah komponen yakni Neraca Jasa, Neraca Barang, Neraca Pendapatan dan Neraca Pendapatan Primer-Sekunder.

Di neraca jasa, BI melihat masih terjadi peningkatan defisit karena rendahnya kunjungan wisatawan mancanegara.

“Serta peningkatan defisit jasa lainnya seperti jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi seiring peningkatan impor jasa untuk kebutuhan penunjang aktivitas masyarakat yang lebih banyak dilakukan secara daring selama pandemi COVID-19,” tulis Bank Sentral, dalam laporannya.

Sedangkan defisit neraca pendapatan primer meningkat, terutama didorong oleh pembayaran imbal hasil atas investasi langsung yang meningkat. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin