Sebagai informasi, sejumlah perwakilan PT FI telah menemui Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang (OSO), untuk membicarakan hal ini, pada medio Maret lalu. Dalam kesempatan itu, Riza Pratama hadir bersama Wakil Presiden PT FI Nikodemus Purba yang disertai oleh kehadiran Kepala Suku Amungme, Silas Natkime.
Saat itu, Riza Pratama mengisahkan kepada OSO tentang awal mula masalah ini. Menurutnya, perusahaannya sama sekali tidak melakukan PHK terhadap 3.274 karyawannya. Ia mengatakan, pihaknya hanya menganggap semua karyawan itu telah melakukan pengunduran diri sehingga tidak dapat kembali bekerja untuk PT FI.
Hal ini, jelasnya, diakibatkan semua karyawan telah absen kerja dalam kurun waktu tertentu.
“Ada seorang pekerja yang dituntut ke pengadilan karena dituduh menggelapkan dana, yaitu Sudiro. Ribuan karyawan ini terus mengikuti proses pengadilan tanpa bekerja,” jelas Riza.
Sudiro sendiri merupakan Ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP KEP) PT Freeport Indonesia. Serikat ini bernaung di bawah Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Atas rasa solidaritas sebagai sesama pekerja, lanjut Riza, ribuan pekerja pun terus melancarkan unjuk rasa di pengadilan tanpa sehingga harus absen selama 4 hingga 20 April 2017.
Hal ini dikatakan Riza sudah sesuai dengan perjanjian kerja dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Riza menambahkan, karyawan yang absen lima hari secara berturut-turut, meski telah diperingatkan perusahaan, termasuk dalam kategori mundur secara sukarela.
“Kami sudah berupaya memanggil mereka, tapi mereka tidak juga hadir. Jadi kami anggap mengundurkan diri,” kata pria berkepala plontos ini.
Riza pun membantah jika ribuan pekerja ini sedang melakukan mogok kerja. Ia menegaskan, kalaupun memang benar mogok, seharusnya ada pemberitahuan kepada perusahaan sebelumnya.
Faktanya, lanjutnya, ribuan pekerja ini justru ‘bolos kerja’ untuk menghadiri sidang Sudiro.
Namun demikian, Riza mengakui jika PT FI memang telah melakukan efisiensi tenaga kerja karena perusahaannya tidak dapat melakukan ekspor seperti sebelumnya akibat diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 pada tahun lalu. Sehingga produksi PT FI hanya mencapai 40% dari jumlah produksi sebelumnya.
Menurutnya, efisiensi tenaga kerja ini sudah dilakukan sebelum adanya konflik antara karyawan dengan manajemen PT FI. Riza pun mengklaim bahwa program efisiensi tenaga kerja sama sekali tidak terkait dengan ribuan kerja yang dianggap mengundurkan diri.
“Jadi ada program efisiensi tenaga kerja, tapi tidak PHK. Kami tetap membayar tunjangan, hanya saja karyawan harus dirumahkan,” terangnya.
Sementara itu, Vice President PT FI, Nikodemus Purba menyatakan, pihaknya tidak menutup pintu rezeki bagi 3.274 eks pekerjanya. Meskipun PT FI tidak dapat mempekerjakan lagi karyawan yang sudah dianggap mengundurkan diri, tetapi ribuan eks pekerja PT FI ini masih dapat bekerja di tambang emas Grasberg melalui kontraktor yang menjadi rekanan kerja.
Menurut pria yang akrab disapa Niko ini, bekerja di bawah naungan kontraktor bukanlah hal yang asing bagi eks ribuan karyawannya. Niko mengatakan, hampir semua pekerja yang bukan karyawan tetap PT FI merupakan buruh yang dipekerjakan kontraktor.
“Kami memberikan kesempatan mereka untuk kembali melamar melalui kontraktor,” ucap Niko.
Selain itu, ia juga berharap adanya solusi dari DPD RI agar masalah ini tidak larut dan berkepanjangan.
“Kami berharap hal ini diselesaikan melalui peraturan yang berlaku, bukan melalui proses politik,” pintanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan