Di tempat yang lain, mantan anggota Panitia Khusus (Pansus) hak angket Bank Century DPR, Ahmad Yani mengungkapkan jika sejatinya, kasus ini bukanlah kasus rumit. Yani bahkan menyebut kasus kopi sianida yang melibatkan Jessica Kumolo Wongso, sebagai kasus yang jauh lebih rumit dibandingkan kasus Century.
“Sebetulnya kasus century itu adalah kasus yang terang benderang, kalau penyidik ingin mengusut itu bukan kasus yang rumit malah lebih rumit kasusnya Jessica,” katanya kepada Aktual di Jakarta, Senin (16/4).
Ia menambahkan, sederhananya kasus ini lantaran KPK telah dituntun oleh DPR sebelumnya. Selain itu, BPK juga sudah melakukan audit, baik audit umum maupun investigasi.
Dari audit investigasi itu, lanjutnya, BPK menemukan pelanggaran terhadap bail out. Dari merger tiga bank yang berganti nama menjadi Bank Century, terungkap hanya memiliki aset 0,7% dari aset perbankan secara nasional.
Sebagaimana diketahui, Bank Pikko, Bank Danpac bergabung dengan Bank CIC pada 2004 yang kemudian berubah menjadi Bank Century. “(Aset) itu kecil sekali, jadi asumsi kalau bank ini tidak diselamatkan akan berdampak sistemik itu tidak terbukti,” tegas Yani.
Selain itu, ia juga menegaskan jika kasus bailout bank Century telah memenuhi tiga unsur barang bukti. Ketiga unsur itu adalah perbuatan melanggar hukum, menyebabkan kerugian negara, serta adanya pihak yang diuntungkan atau memperkaya diri sendiri atau orang lain.
“Sudah cukup (barang bukti). Ada perbuatan melanggar hukum mengubah dari dua persen menjadi lebih, mengubah syarat-syarat bailout (talangan dana), itu diubah semua, peraturan itu diubah,” ucapnya.
Dia mengatakan, ada tiga unsur yang setidaknya sudah terpenuhi dalam kasus Bank Century, sehingga layak diteruskan dan dikembangkan penyidikannya oleh KPK.
Yani mengisahkan, Pansus saat itu telah menghadirkan sejumlah pakar ekonomi untuk membahas tentang bailout ini, di antaranya adalah Rizal Ramli, Refli Zan, Ichsanuddin Noorsy dan Kwik Kian Gie.
“Termasuk pakar hukum pidananya dan pakar tata negara. Jadi sudah lengkap sebetulnya di Pansus Century itu, untuk mengkonstruksikan ini sama sebangun dengan apa yang dilakukan BPK,” ungkap pria yang baru saja bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
“Kasus century ini sendiri terbagi dari beberapa tindak pidana, ada kasus tindak pida korupsinya ada kasus pidana perbankannya, pidana ekonominya, ada pidana umunya,” sambungnya.
Sebagai informasi, pada 4 Maret 2010, DPR telah memutuskan bahwa bailout Century dinyatakan sebagai kasus yang bermasalah. 325 anggota dewan memilih opsi C, yang memandang adanya pelanggaran hukum dalam penetapan kebijakan bailout Bank Century.
Opsi ini dipilih oleh enam fraksi di DPR, yaitu Fraksi Golkar, PDIP, PKS, PPP, Gerindra, Hanura dan satu suara dari Fraksi PKB. Sedangkan opsi A, yang menjadi opsi tandingan, dipilih oleh 212 anggota dewan yang berasal dari tiga fraksi, yaitu Demokrat, PAN dan PKB.
Hasil ini, dikatakan Yani dapat menjadi rujukan bagi KPK maupun aparat penegak hukum lainnya untuk mengusut tuntas kasus senilai Rp6,7 triliun itu. Namun Yani menilai jika KPK tidak serius menindaklanjuti kasus ini.
Putusan praperadilan dari PN Jakarta Selatan yang memenangkan MAKI dianggapnya menjadi bukti dari ketidakseriusan KPK. “Saya mengatakan tidak serius karena pada waktu rapat di pansus itu sudah mengatakan bahwa kasus ini betul kasus sistemik (yang) melibatkan banyak orang dan oleh seabab itu keputusan KPK menyatakan bahwa yang tersangka budi mulia dan kawan-kawan,” jelas Yani.
Menurutnya, berdasar rekaman digital dari rapat awal hingga akhir antara DPR dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) pada saat itu, sudah tampak siapa yang paling ngotot dalam bail out. “Jadi itu sudah jelas dan terang benderang sehingga KPK memang tidak mau mengusut ini. Saya yakin dia (KPK) tidak mau, apalagi KPK sekarang,” tegas Yani.
Majalah Aktual sendiri pernah memberitakan hal ini dalam majalah edisi ke-3, April 2013 lalu. Dalam berita tersebut dituliskan jika Ketua KPK saat itu, Abraham Samad pernah berjanji untuk menuntaskan keterlibatan Boediono dalam pusaran kasus Century, hanya dalam satu tahun saja.
Hanya saja, ia tidak berhasil memanggil SBY dan Boediono yang saat itu tengah menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Ia berkilah, KPK tidak dapat memanggil keduanya lantaran alasan hukum.
Selain itu, faktor lainnya adalah keterlibatan Bambang Widjajanto dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS sendiri berperan besar dalam menyuntik dana sebesar Rp6,7 triliun ke Bank Century. Dalam LPS, Bambang berkedudukan sebagai penasihat hukum. Di saat yang bersamaan, Bambang adalah Wakil Ketua KPK dalam era Abraham Samad.
Mengenai hal ini, politisi Fahri Hamzah yang saat itu menjadi anggota Tim Pengawas (Timwas) Century DPR ini pernah melontarkan bahwa hal ini bertali temali dengan tidak tuntasnya pengusutan KPK terhadap kasus Century.
Karenanya, Fahri pun meyakini jika keterlibatan Boediono akan sulit ditembus oleh KPK di bawah kepemimpinan Samad. “Terlalu banyak nama yang akhirnya terungkap, baik yang terlibat pada kasus maupun yang terlibat mengamankan kasus ini sampai sekarang,” ujar Fahri seperti yang diberitakan dalam Majalah Aktual edisi 3.
Sebagai informasi, konsistensi Fahri dalam melawan KPK berawal dari kasus Century. Pada saat itu, ia sempat melontarkan wacana pembubaran KPK sebagai ekspresi kemarahannya terhadap lembaga antirasuah itu.
Hal ini pun diakui oleh Yani. Menurutnya, KPK justru menjadi salah satu hambatan dalam pengusutan kasus Century. “Saya enggak tahu kenapa (KPK menghambat), mungkin KPK diintervensi. Itu menurut saya harus dilakukan audit, pemeriksaan,” jelas mantan politisi PPP ini.
“Saya yakin memang ada yang menghalangi, maka saya kemukakan lakukan obstruction of justice,” tambahnya menegaskan.
Ia menambahkan bahwa dirinya saat ini pesimis terhadap penuntasan kasus ini, meskipun sudah ada intruksi dari pengadilan agar KPK memeriksa Boediono dan tersangka yang lainnya.
“Saya enggak percaya, enggak yakin (kasus Bank Century) ini terungkap. Saya enggak yakin KPK berani ungkap kasus ini,” ungkapnya.
Hal senada pun diungkapkan oleh politisi Golkar yang juga pernah tergabung dalam Pansus Angket Century, Misbakhun. Menurutnya, hampir semua pejabat dari level Walikota atau Bupati, hakim hingga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pernah ditangkap oleh KPK.
Munculnya kembali kasus Century ke permukaan pun dinilainya menjadi peluang bagi KPK untuk naik derajat. “Pertanyaannya, ini sebenarnya mau menuntaskan atau pura-pura menuntaskan? Atau seolah-olah mau menuntaskan, lalu menghibur kita dengan kalimat ‘kita lihat dulu apa putusannya’?” jelasnya di Jakarta, Senin (16/4) lalu.
Berdasar pengakuannya, Misbakhun sempat menerima ancaman yang nadanya akan menenggelamkan karier politik pria yang saat itu menjadi politisi PKS ini. Ia sendiri merupakan salah satu dari sembilan inisiator Hak Angket kasus Bank Century di DPR, yang menyeret sejumlah petiggi BI dan Boediono.
Namun, Misbakhun akhirnya justru menjadi pesakitan lantaran dituduh terlibat dalam penerbitan letter of credit (L/C) palsu oleh Kepolisian Negara RI (Polri). Ia pun harus meringkuk di penjara selama beberapa tahun sebelum MA mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) pada medio 2012 silam.
“(Saya) sampai jadi korban oleh institusi-institusi tertentu supaya enggak jadi anggota DPR. Ada operasinya itu, saya pindah partai saja karena ingin ditenggelamkan, ingin diakhiri karier politik saya. Saya bersyukur bisa selamat dari urusan pengadilan yang rumit itu dan akhirnya menang,” bebernya.
Untuk menghindari polemik, Misbakhun pun mendesak KPK untuk bertindak tegas dalam kasus ini. Ia berharap agar KPK dapat belajar dari masa lalu.
“Dulu ketika Budi Mulya diputuskan di PN tingkat pertama, (KPK bilang) kita lihat dulu apa isi putusannya.Terus banding, kita liat dulu apa putusannya setelah kasasi dan incracht, kita liat dulu apa putusannya. Apakah membaca isi putusan itu segitu lamanya?”ujar Misbakhun.
Sama halnya dengan Yani, Misbakhun pun menegaskan jika kasus ini sejatinya tidaklah rumit-rumit amat, melainkan sudah terang benderang lantaran semua hal telah dibahas oleh Pansus angket kasus Century beberapa tahun silam.
“Ini sudah jelas semua, dulu kita di Pansus sudah bahas, sudah kaji dan sudah menyimpulkan bahwa ini pelanggaran hukum,” tandas anggota Komisi XI DPR ini.
“Kalau (KPK) tidak mau menindaklanjuti (kasus Century) ngomong, kalau enggak mau ya sudah bilang enggak mau. (Bilang) kalau ‘saya ingin membela orang-orang itu’, sudah selesai,” tambahnya memaparkan.
Sejauh ini, KPK memang belum bicara banyak tentang kelanjutan kasus Century. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang hanya menyatakan, pihaknya akan segera melakukan gelar perkara bersama jajaran terkait tindak lanjut penanganan kasus korupsi Bank Century.
Untuk membahas perkara tersebut, kata Saut, perlu diadakan pertemuan yang melibatkan komisioner, tim penyidik, dan tim penuntut KPK.
“Bagaimana kelanjutannya. nanti kita akan bahas di tingkat pimpinan dan tentunya juga penyidik dan penuntut. Kita tunggu saja nanti pimpinan akan rapat dan akan penyidik dan penuntut ya,” ucap Saut di kantornya, Jakarta, 11 April 2018 lalu.
Sebelumnya, kata Saut, sudah dibahas mengenai nama-nama yang tertuang dalam dakwaan terpidana kasus Century, Budi Mulya. Bahkan, pembahasan itu sudah mengerucut pada peran dari nama-nama yang disebut dalam dakwaan tersebut.
“Tahun kemarin April, sekitar April itu sudah disampaikan peranan setiap orang itu seperti apa,” tutur Saut.
Namun, diakui Saut, penanganan perkara Century saat itu memang sempat terkendala akibat permasalahan sumber daya manusia KPK. Meski demikian, dipastikan Saut, pihaknya akan terus mengusut kasus korupsi tersebut. Tanpa perlu melihat putusan praperadilan perkara Century, dipastikan Saut, pihaknya akan bergerak.
“Kalau memang itu nanti sudah jelas tanpa putusan itu pun KPK punya kewajiban karena kita tidak punya wewenang untuk menghentikan itu. Kira-kira gitu,” tandas Saut.
Ucapan yang sama pun dilontarkan oleh Ketua KPK, Agus Raharjo. Berdasar penuturannya, KPK belum melakukan langkah yang progresif dalam kasus Century.
“KPK sedang mengkaji itu. Kita menugaskan penyidik dan jaksa untuk mendalami itu. Mudah-mudahan dalam waktu yang dekat kita akan mendapat masukan. Kita juga mendengarkan masukan ahli-ahli mengenai putusan pengadilan praperadilan,” ungkapnya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/4) kemarin.
Ia menambahkan, pihaknya tidak akan mem-follow up kasus ini selama belum terdapat alat bukti yang kuat.
“Jadi kita akan mendengarkan masukan dari teman-teman penyidik dan penuntut untuk mendalami itu. Nanti minggu ini kita akan mendapatkan itu,” tandasnya.
Sasar BLBI atau Siasat Koalisi?
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby